Penerapan Ekonomi Sirkular di Sektor AMDK, Manfaat Ekonomi dan Tantangan Terkini di Indonesia

Penerapan Ekonomi Sirkular di Sektor AMDK, Manfaat Ekonomi dan Tantangan Terkini di Indonesia

Pembersihan sampah oleh petugas di aliran sungai Bekasi. (Ist)--

JAKARTA, FIN.CO.ID- Masalah sampah plastik merupakan tema yang masih menghantui Indonesia, negara dengan populasi terbesar keempat di dunia, karena jika tidak ditangani, maka dampak negatif yang ditimbulkan berpotensi mengganggu kesehatan populasi, selain juga lingkungan. 

Merujuk dari sebuah laporan bertajuk “The Economic, Social, and Environmental Benefits of a Circular Economy in Indonesia” atau Manfaat Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan dari Ekonomi Sirkular di Indonesia yang dirilis tahun 2021, sebanyak 74 persen sampah plastik di Indonesia adalah sampah plastik kemasan dan 19 persen di antaranya botol plastik. 

Menurut laporan yang dibuat oleh Kementerian PPN/Bappenas, bekerja sama dengan kedutaan Jerman di Jakarta dan UNDP, jumlah sampah plastik yang dihasilkan per hari di Indonesia mencapai 5,4 juta ton. Bila tidak ditangani secara sistematis, maka angka tersebut sangat berpotensi mengalami kenaikan 40 persen pada 2030.

Salah satu pegiat lingkungan,Fahrian Yovantra, Head of Programs Greeneration, mengatakan salah satu unsur dari sampah plastik yang sangat mencemari lingkungan, jika tidak ditangani dengan baik, adalah botol plastik karena sifatnya yang sulit terurai. 

BACA JUGA:Perbaikan Tata Kelola Sampah di Pelabuhan Solusi untuk Kurangi Kebocoran Sampah Plastik ke Laut

"Seperti pencemaran ke air dan tanah melalui mikroplastik atau pencemaran ke udara karena berpotensi menghasilkan gas-gas, seperti fosgen, hingga zat kimia dioksin," kata Fahrian.

Fahrian mengutip beberapa hasil riset yang menunjukkan bahwa di 2019, hanya 12 persen plastik yang berhasil didaur ulang, 9 persen terbuang ke alam, 62 persen ditangani secara tidak tepat, dan 19 persen dikirim untuk dibuang secara layak. 

Meski secara umum konsumen di Indonesia sudah mulai menyadari bahaya limbah plastik, namun, menurutnya masih diperlukan keberlanjutan terkait peningkatan kesadaran publik. 

Fahrian menambahkan, produsen perlu memperkuat komitmen dan aksi Extended Producer Responsibility (EPR), seperti mengganti pemakaian biji plastik dengan bahan yang dapat digunakan kembali atau lebih mudah didaur ulang. Di lain pihak, tantangan utama dalam daur ulang botol plastik adalah penanganan yang tepat. 

GIZ Advisor, Rocky Pairunan, mengatakan sebagian besar sampah laut di Indonesia berasal dari darat dan menyebabkan berbagai permasalahan lingkungan pada ekosistem laut. 

Terkait hal ini, Rocky menjelaskan Uni Eropa dan Republik Federal Jerman melalui Kementerian Federal Jerman untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (BMZ), menginisiasi proyek “Rethinking Plastic – Circular Economy Solutions to Marine Litter, di Indonesia”, yang dilaksanakan bersama oleh Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) dan Expertise France.

BACA JUGA:Isu Pungli Gerobak Sampah di Jakarta Pusat Mencuat, Pj Gubernur: Terima Kasih atas Laporannya

Proyek Rethinking Plastics dilaksanakan di beberapa negara dan di Indonesia proyek ini merupakan penguatan kerja sama antara EU dan Indonesia di bidang ekonomi sirkular, pengelolaan sampah plastik, dan pengurangan sampah laut untuk memberikan peluang bersama untuk berkolaborasi dalam menangani sejumlah isu yang menarik bagi kedua belah pihak. Proyek ini sudah dimulai sejak Mei 2019 dan berakhir sampai akhir Oktober 2022.

Selain proyek tersebut, ada banyak inisiasi lain, termasuk dari pemerintah dan pihak swasta yang mencoba memberi contoh terkait manfaat penerapan ekonomi sirkular dan memberi edukasi ke publik terkait pentingnya pengelolaan sampah plastik dengan konsep daur ulang.

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Afdal Namakule

Tentang Penulis

Sumber: