UTA'45 Jakarta Bikin Somasi Terbuka pada Panitia Nasional Ujian Kompetensi Apoteker Indonesia, Ini Sebabnya

UTA'45 Jakarta Bikin Somasi Terbuka pada Panitia Nasional Ujian Kompetensi Apoteker Indonesia, Ini Sebabnya

Mahasiswa UTA'45 menggelar sepanduk protes terhadap Panitia Nasional Ujian Kompetensi Apoteker Indonesia. (fin.co.id)--

JAKARTA, FIN.CO.ID - Fakultas Farmasi UTA’45 Jakarta pada tanggal 6-7 Agustus 2022 telah mengadakan penyelenggaraan Ujian Kompetensi UKAI-CBT.

Namun menjadi ironi ketika Panitia Nasional UKAI-CBT dengan sewenang-wenang mengubah Nilai Batas Lulus dari 52,5 menjadi 56,5 dan perubahan tersebut dilakukan setelah ujian berlangsung. 

Hal tersebut tentu menimbulkan kekecewaan yang berujung pada rasa ketidakpercayaan para peserta ujian dan merugikan kampus penyelenggara.

(BACA JUGA:Menag Turun Tangan Kasus Wali Kota Cilegon Ikutan Tolak Pembangunan Gereja )

Penentuan NBL yang dilakukan setelah UKAI berlangsung dirasa telah melanggar asas non-retroaktif dalam suatu penentuan suatu aturan. 

Asas non-rektroaktif ini melarang keberlakuan surut dari suatu peraturan/keputusan yang berlaku terhadap subyek hukum tertentu. 

Asas non-rektroaktif ini juga bertujuan untuk melindungi kepentingan subyek hukum dalam hal ini peserta UKAI-CBT yang tidak lulus ambang batas NBL yang diubah menjadi lebih tinggi dari ketentuan NBL pada UKAI-CBT periode sebelumnya.

Rektor UTA’45 Jakarta J. Rajes Khana, Ph.D. menilai, penetapan NBL yang sewenang-wenang tersebut juga telah mengakibatkan kerugian materiil dan immateriil bagi peserta UKAI-CBT Periode Tahun 2021/2022. 

(BACA JUGA:Duh, 550 Pohon Tergusur Proyek MRT Jakarta Fase 2A, Ada yang Kena Relokasi)

“Kerugian materiil yang diderita bagi yang tidak lulus tentu mengakibatkan peserta UKAI-CBT mengalami kerugian karena besarnya biaya yang telah dikeluarkan untuk mengikuti UKAI-CBT. Sementara itu untuk menuju (mempersiapkan) UKAI CBT, peserta ujian telah sebelumnya menempuh Pendidikan Apoteker selama 1 tahun dengan biaya yang sangat tinggi,” ujar Rajes.

“Sementara Kerugian immateriil yang diderita juga tidak kalah besar menimpa peserta UKAI-CBT yang tidak lulus tersebut karena mereka harus menanggung malu dan tekanan psikologis yang berat karena ketentuan exit exam yang ditentukan PN UKAI-CBT telah memutus harapannya untuk menjadi apoteker yang baik,” tambah Rajes.

Alasan PN UKAI-CBT dalam menentukan batas NBL berdasarkan kesepakatan, nilai Rajes, telah menunjukkan kedangkalan pemikiran yang konservatif dengan dalih peningkatan kualitas lulusan. 

Seharusnya, peningkatan mutu lulusan tetap harus mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang menentukan bahwa proporsi penilaian kelulusan Uji Kompetensi terdiri dari 60% dari IPK Program Sarjana dan 40% berasal dari Ujian Kompetensi (Pasal 3 Ayat (2) Permendikbud No.2 Tahun 2020.

(BACA JUGA:Hotel di Menteng Jakpus Ini Tak Penuhi Syarat Keselamatan Kebakaran, Terancam Pencabutan Rekomendasi RKK)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Darul Fatah

Tentang Penulis

Sumber: