Dampak Negatif Sistem Pemilu Proporsional Tertutup, Legislatif dalam Cengkeraman Parpol dan Oligarki

Dampak Negatif Sistem Pemilu Proporsional Tertutup, Legislatif dalam Cengkeraman Parpol dan Oligarki

Ilustrasi DPSHP Pemilu-ist-ist

Lebih lanjut, Lucius berpandangan pola sistem proporsional tertutup tidak sejalan dengan semangat demokrasi Indonesia dan napas reformasi.

BACA JUGA:PDIP Kasih Pernyataan Soal Bocornya Putusan MK Sistem Pemilu Proporsional Tertutup

Para legislator yang terpilih pun berpotensi hanya membawa beban politik dan kepentingan partai sehingga semakin membuat DPR RI kontra produktif.

“Bagaimana bisa membawa perubahan jika semua anggota DPR sejak awal sudah dalam cengkeraman parpol dan oligarki,” ujarnya.

Sebelumnya, MK telah menerima permohonan uji materi terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.

Keenam orang yang menjadi pemohon ialah Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI).

BACA JUGA:3 Rumah dan 3 Kendaraan Mewah Rafael Alun Disita KPK

Apabila uji materi UU Pemilu mengenai sistem proporsional terbuka itu dikabulkan oleh MK, sistem Pemilu 2024 akan berubah menjadi sistem proporsional tertutup.

Sistem proporsional tertutup memungkinkan para pemilih hanya disajikan logo partai politik (parpol) pada surat suara, bukan nama kader partai yang mengikuti pileg.

Sebanyak delapan dari sembilan fraksi partai politik di DPR RI menyatakan menolak sistem pemilu proporsional tertutup, yakni Fraksi Golkar, Gerindra, Demokrat, NasDem, PAN, PKB, PPP, dan PKS. Hanya satu fraksi yang menginginkan sistem pemilu proporsional tertutup, yakni PDI Perjuangan.

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Khanif Lutfi

Tentang Penulis

Sumber: