Amnesti Internasional Nilai KPK Punya Wewenang Periksa Kasus Korupsi di Basarnas Meskipun Ada TNI

Amnesti Internasional Nilai KPK Punya Wewenang Periksa Kasus Korupsi di Basarnas Meskipun Ada TNI

Gedung Merah Putih KPK. (ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat)--

Asas hukum ketiga, dia melanjutkan, hukum yang khusus mengesampingkan hukum yang umum. Usman menilai kasus tindak pidana korupsi merupakan bagian dari tindak pidana khusus, bukan tindak pidana umum.

“Seharusnya perdebatan tentang peradilan militer atau peradilan umum tidak berlaku lagi, karena perdebatan itu hanya membahas yurisdiksi mana ketika anggota TNI melakukan tindak pidana umum. Yang terjadi (di Basarnas) bukan tindak pidana umum, yang terjadi sekarang tindak pidana khusus,” kata dia.

Dia juga menyoroti peradilan koneksitas yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dalam KUHAP, terutama Pasal 89, Pasal 90, Pasal 91, dan Pasal 92, mekanisme koneksitas berlaku saat warga sipil bersama-sama anggota TNI melakukan tindak pidana umum, bukan tindak pidana khusus.

“Korupsi tindak pidana khusus, bukan tindak pidana umum. Korupsi tidak ada hubungannya dengan tugas militer, tidak ada hubungannya dengan kepentingan militer,” kata dia.

Usman menyampaikan Pasal 89 KUHAP menegaskan jika tindak pidana dilakukan oleh warga sipil dan anggota TNI, maka pemeriksaan perkara menjadi kewenangan peradilan umum. Kecuali, ada keputusan menteri pertahanan (menhan) dan menteri kehakiman/menteri hukum dan HAM (menkumham) yang menetapkan perkara tersebut diperiksa oleh peradilan militer.

“Dalam kasus Basarnas, tidak ada keputusan menhan, tidak ada keputusan menkumham,” kata dia.

Kemudian, Pasal 90 KUHAP lanjut mengatur jika ada perdebatan mengenai yurisdiksi, maka perlu ada penelitian bersama yang dituangkan dalam berita acara dan ditandatangani oleh para pihak.

“Kuncinya, penelitian bersama dan dituangkan dalam berita acara,” kata dia.

Terakhir, Pasal 91 KUHAP, yang menurut Usman sangat penting untuk menentukan yurisdiksi memeriksa suatu perkara.

“Pasal 91 itu penting sekali, (karena mengatur) kalau ada perdebatan otoritas peradilan militer dan peradilan umum, maka harus dihitung dari titik berat kerugiannya,” kata Usman.

Jika kerugiannya lebih berat ke kepentingan umum, maka perkara itu di periksa oleh peradilan umum. Sebaliknya, jika kerugian dari suatu perkara lebih merugikan kepentingan militer, maka kasus itu dibawa ke peradilan militer.

“Kalau kasus korupsi terjadi dalam badan SAR yang dibentuk oleh TNI untuk tugas-tugas TNI, jelas itu dibawa ke peradilan militer, tetapi yang terjadi korupsi di Badan SAR nasional, bukan lingkungan terbatas TNI,” kata dia

Selain Amnesti Internasional, beberapa organisasi sipil lainnya juga mempunyai sikap yang sama yang disiarkan dalam taqlik media, seperti 

 YLBHI, KontraS, Lingkar Madani, Centra Initiative, ICW, PBHI, Setara Institute, ELSAM, Forum De Facto, KPI, HRWG, dan Imparsial. (*) 

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Afdal Namakule

Tentang Penulis

Sumber: