Komnas HAM Beberkan Sejumlah Pelanggaran HAM dalam Kasus Penembakan Brigadir J

Komnas HAM Beberkan Sejumlah Pelanggaran HAM dalam Kasus Penembakan Brigadir J

Ayah Brigadir J, Samuel Hutabarat memegang foto sang anak.--istimewa-jambi ekspres-disway.id

“Yang keempat ada hak anak, hak anak untuk mendapatkan perlindungan dari kekerasan fisik dan mental dijamin Pasal 52 dan 58 UU Nomor 39 Tahun '99 tentang HAM dan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,” bebernya.

“Akibat peristiwa kematian Brigadir J terhadap hak anak, khususnya mendapat perlindungan dari kekerasan psikis maupun mental dari anak-anak eks Kadiv Propam Polri FS dan juga Saudari PC,” imbuhnya.

(BACA JUGA:Kasus Brigadir J, Polisi Tetapkan 7 Tersangka Obstruction of Justice, Pakar Hukum Respon Begini)

“Kita mendapat keterangan bahwa anak-anak FS dan PC mendapat perundungan, ancaman cyber bullying yang kemudian menyerang di akun sosial media yang bersangkutan, tentu saja ini harus menjadi concern bersama supaya anak itu tumbuh kembang dengan baik,” tandasnya.

7 Tersangka Obstruction of Justice

Polisi menetapkan tujuh orang tersangka obstruction of justice atau penghalang penyidikan kasus Brigadir J.

Dua orang perwira tinggi, empat perwira menengah dan satuu perwira petama. 

Penetapan tersangka obstruction of justice terhadap tujuh polisi tersebut dinilai pakar hukum pidana Universitas Al-Azhar, Suparji Ahmad merupakan bentuk ketegasan Polri. 

“Menurut saya, satu sisi kita lihat itu sebagai sebuah langkah tegas,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 1 September 2022.

Usai ditetapkan sebagai tersangka menghalang-halangi penyidikan, kata dia, Polri harus mengurai kesalahan masing-masing tersangka. 

“Pada sisi yang lain adalah sebetulnya juga perlu dirinci tentang kesalahan masing-masing,” ujar dia.

Ia menyebut dalam pemeriksaan etik, Polri harus melihat sejauh mana tingkat kesalahan yang dilakukan para tersangka. 

“Kemudian juga perlu dilihat sejauh mana kesalahan itu dilakukan. Artinya, ada (atau) tidak (ada) mens rea-nya, ada (atau) tidak (ada) niat jahatnya ? Atau semata-mata hanya perintah jabatan atau perintah atasan,” ucapnya.

Jika dalam pemeriksaan etik ditemukan unsur perintah atasan untuk menghalangi penyidikan, kata dia, yang menerima perintah tersebut tak semestinya dijadikan tersangka. 

“Jadi, kalau memang itu ada unsur perintah jabatan dan itu memenuhi unsur pasal 51 KUHP mestinya tidak perlu ditetapkan jadi tersangka,” ujarnya.

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Gatot Wahyu

Tentang Penulis

Sumber: