Konflik Buaya dan Manusia di NTT, Terbanyak di Pulau Timor

Konflik Buaya dan Manusia di NTT, Terbanyak di Pulau Timor

Ilustrasi: Buaya di Sungai Cirarab Tangerang-S. Hermann & F. Richter-Pixabay

FIN.CO.ID - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Nusa Tenggara Timur (NTT) mencatat selama 2023 konflik antara manusia dan buaya dengan jumlah terbanyak di Pulau Timor. Di wilayah itu konflik tersebut mencapai tujuh kasus.

“Terbanyak adalah Pulau Timor dari total 15 korban gigitan buaya di seluruh NTT,” kata Kepala BBKSDA NTT Arief Mahmud di Kupang, Kamis 11 April 2024.

BACA JUGA:

Arief mengatakan, interaksi negatif antara buaya dan manusia di NTT cukup tinggi jika dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Berdasarkan data, kata dia, lima di antara 15 korban gigitan buaya dinyatakan meninggal dunia.

Konflik antar buaya dan manusia juga terjadi di Pulau Sumba dengan jumlah enam kasus. Sedangkan sisanya di Flores dan Kabupaten Lembata yang masing-masing satu kasus.

Sejak Januari 2024 hingga saat ini terdapat dua kejadian itu yang menimbulkan seorang meninggal dunia. “Periode Januari hingga April 2024 terdapat dua kejadian konflik yang mengakibatkan satu orang meninggal dunia,” ujarnya.

Arief menilai, penyelesaian interaksi negatif itu harus dilakukan dengan memperhatikan akar permasalahan. Antara lain, kata dia, perbaikan habitat berupa hutan mangrove yang rusak serta membatasi aktivitas masyarakat di kawasan yang diperuntukkan habitat satwa.

Dia mengatakan, insiden buaya muncul di area publik dimungkinkan terjadi karena buaya yang mencari habitat baru akibat habitat aslinya rusak. Selain itu, kata dia, adanya persaingan teritorial yang mengakibatkan individu tertentu harus pindah.

Pada kasus tertentu, kata dia, buaya juga berinteraksi dengan masyarakat saat mereka melintas untuk pindah atau mencari makan.

Oleh karena itu, ujar dia, solusi jangka pendek yang diambil pemerintah saat terjadi interaksi negatif, khususnya di areal publik atau wilayah yang dekat dengan pemukiman, berupa menangkap, dan merelokasi ke tempat tertentu.

Dengan cukup banyak buaya yang saat ini berada di penampungan sementara di BBKSDA NTT, katanya, perlu upaya mengubah masalah menjadi peluang, misalnya dengan dibangun fasilitas lembaga konservasi umum yang antara lain dimanfaatkan untuk wisata.

Selain itu, diperlukan partisipasi para investor untuk memanfaatkan peluang tersebut dengan dukungan pendampingan proses perizinan oleh BBKSDA NTT.

BBKSDA NTT mengimbau, masyarakat untuk tidak mengambil langkah sendiri saat terjadi pertemuan dengan buaya, tidak membuang sisa makanan di laut yang dapat memancing kehadiran buaya, serta melaporkan kejadian interaksi negatif buaya melalui pusat panggilan BBKSDA NTT.

BACA JUGA:

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Mihardi

Tentang Penulis

Sumber: