FIN.CO.ID - Dua Partai dari Koalisi Perubahan (PKB-PKS-NasDem) yang mengusung Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar pada Pilpres 2024 sepakat bergabung ke dalam koalisi pemerintahan baru Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Hanya PKS yang belum memastikan masuk ke koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran.
Keinginan untuk bergabung dengan koalisi Prabowo-Gibran terbentur dengan penolakan Partai Gelora pimpinan Anis Matta yang sejak awal bergabung.
Langkah PKS untuk bergabung ke koalisi Prabowo-Gibran mendapat sorotan tajam dari Partai Gelora.
Partai Gelora yang lahir dari konflik internal PKS ini menolak kedatangan PKS ke dalam koalisi tersebut, menyoroti konflik di antara keduanya.
BACA JUGA:
Keinginan PKS masuk koalisi Prabowo-Gibran, menurut pengamat politik Ujang Komarudin yang penuh resistensi adalah bagian alami dari dinamika politik.
"Ketika PKS misalkan jadi masuk ke pemerintahan Prabowo-Gibran, maka ya yang terancam adalah Partai Gelora, karena PKS punya kekuatan di Parlemen, sedangkan Gelora tidak lolos di parlemen," jelasnya saat dikonfirmasi, Selasa 30 April 2024.
Ujang percaya bahwa resistensi ini tidak akan mempengaruhi partai lain dalam koalisi, seperti NasDem dan PKB, yang telah lebih dulu bersiap bergabung dengan pemerintahan Prabowo-Gibran.
Menurutnya, partai-partai dalam koalisi memiliki independensi dan keyakinan masing-masing terhadap keputusan yang diambil.
"Kalau soal bisik-bisik iya, tapi kalau soal mempengaruhi kebijakan partai lain saya rasa tidak ya, karena partai-partai di Koalisi Indonesia Maju," ucapnya.
"Mereka punya independensinya sendiri, punya keyakinannya sendiri kepada partai-partai yang baru datang bergabung," lanjutnya.
BACA JUGA:
Dalam konteks ini, peran Prabowo sebagai pemimpin koalisi dianggap krusial untuk meredam potensi gesekan.
Ujang meyakini bahwa Prabowo akan mempertimbangkan proporsionalitas dalam pembagian kekuasaan politik, sehingga memberikan porsi yang adil kepada semua pihak.