News

KPK Sita Rp400 Juta dan Barang Bukti Lain dalam Penggeledahan Rumah di Jagakarsa Jakarta Selatan

FIN.CO.ID - Uang Rp400 juts disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pascapenggeledahan di salah satu rumah tersangka korupsi di Jagakarsa, Jakarta Selatan. 

Penggeledahan tersebut terkait kasus korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) yang saat ini masuk tahap penyidikan oleh KPK. 

"Mengenai jumlah uangnya, sejauh ini sekitar Rp400 juta yang ditemukan dalam proses penggeledahan ini," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Senin 2 Oktober 2023.

Selain uang Rp400 juta yang telah disita, KPK juga menemukan sejumlah alat bukti lain seperti bukti elektronik dan dokumen. 

"Analisis dan penyitaan segera dilakukan untuk menjadi kelengkapan berkas perkara penyidikan," kata Ali.

Diketahui sebelumnya, KPK melakukan penggeledahan di rumah dinas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. 

BACA JUGA:

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah dinas Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo pada Kamis, 28 September 2023.

Usai melakukan penggeledahan, penyidik KPK memanggil dua eks pegawainya yakni Febri Diansyah dan Rasamala Aritonang.

Keduanya rencananya akan diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan).

"Hari ini (2/10), tim penyidik menjadwalkan pemanggilan saksi-saksi diantaranya Febri Diansyah (pengacara), Rasamala Aritonang (pengacara) dan Donal Fariz (pengacara)," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Senin, 2 Oktober 2023.

Dikatakannya pemanggilan berbagai pihak sebagai saksi sudah mulai teragendakan sebagai bagian pengumpulan alat bukti oleh tim penyidik KPK.

"Pemanggilan para saksi di Gedung Merah Putih KPK ini tentu sebagai kebutuhan proses penyidikan yang sedang KPK selesaikan," kata Ali.

BACA JUGA:

Secara terpisah, Febri Diansyah yang merupakan juru bicara KPK 2016-2019 mengatakan dirinya belum menerima surat panggilan dari KPK, meski dirinya mengatakan akan datang ke KPK untuk klarifikasi soal surat pemanggilan tersebut.

"Meskipun sampai hari ini belum ada surat panggilan yang Kami terima, tapi Kami akan mendatangi KPK, sekaligus untuk klarifikasi terkait pemanggilan tersebut, salah satunya terkait kemana surat dikirim dan posisi sebagai pengacara yang ditulis di informasi WA tersebut," ujarnya.

Pada Jumat (29/9), penyidik KPK mengumumkan telah meningkatkan status kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) ke tahap penyidikan.

Ali menerangkan penyidik KPK telah menetapkan sejumlah pihak sebagai tersangka dalam perkara tersebut.

Namun, KPK belum bisa mengumumkan siapa saja pihak yang ditetapkan sebagai tersangka karena proses penyidikan dan pengumpulan alat bukti yang masih berlangsung.

BACA JUGA:

Seiring perkembangan penyidikan tersebut, KPK kemudian menggeledah rumah dinas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di Kompleks Widya Chandra, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (28/9) dan menemukan barang bukti berupa uang tunai dalam pecahan rupiah dan mata uang asing.

Ali belum memberikan secara pasti nominal uang yang disita dalam penggeledahan tersebut, namun nominalnya mencapai puluhan miliar.

Selain uang tunai, penyidik KPK menyita sejumlah barang bukti dalam bentuk dokumen dalam proses penggeledahan dimaksud.

"Termasuk, beberapa dokumen seperti catatan keuangan dan pemberian aset bernilai ekonomis dan dokumen lainnya terkait dengan perkara," kata Ali.

Berbagai barang bukti yang ditemukan selanjutnya akan disita untuk dianalisis dan disertakan ke dalam berkas penyidikan.

Dalam penggeledahan tersebut penyidik KPK menemukan 12 pucuk senjata api yang saat ini telah diserahkan ke Polda Metro Jaya untuk ditindaklanjuti.

BACA JUGA:

Ada pun pasal yang diterapkan dalam perkara tersebut yakni Pasal 12 (e) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi soal pemerasan.

"Perkara ini adalah berkaitan dengan dugaan korupsi dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu," kata Ali.

Pasal 12 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berbunyi: "Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar".

Dengan poin (e) berbunyi "Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri".

 

Admin
Penulis