- Inkubasi dan Akselerasi UMKM yang Didanai Penuh (UU No. 20 Tahun 2008).
- Kebijakan Pro-Kompetisi dan Anti-Monopoli Tegas (UU No. 5 Tahun 1999).
- Membangun Kemitraan Tripartit (Public-Private-Community Partnerships).
d. Advokasi Kebijakan Pro-Keadilan Sosial dan Anti-Korupsi: Kekuatan Ekonomi untuk Kebaikan Bersama. Forest Watch Indonesia/Greenpeace melaporkan deforestasi signifikan akibat ekspansi perkebunan/pertambangan yang terkait konglomerat. IPK yang stagnan menunjukkan korupsi masih menjadi tantangan serius (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001). Rata-rata UMP nasional 2024 sekitar Rp 3 juta (Pasal 88 UU No. 13 Tahun 2003 & PP No. 36 Tahun 2021).
Solusinya untuk advokasi kebijakan:
1. Membangun Koalisi Bisnis untuk Kebijakan Publik Berkeadilan Sosial.
2. Penguatan Lembaga Penegak Hukum Independen: Lembaga-lembaga tersebut harus memiliki mandat penuh untuk mengusut korporasi.
3. Meningkatkan Transparansi Lobi dan Sumbangan Politik (UU No. 7 Tahun 2017).
4. Menerapkan Pengadaan Publik Responsif Sosial.
e. Mendorong Budaya Filantropi Strategis dan Akuntabel: Bukan Sekadar Pencitraan.
Hanya sekitar 15% yayasan besar yang rutin mempublikasikan laporan dampak terperinci (Filantropi Indonesia 2023). Hal ini perlu ditingkatkan. Penggunaan dana CSR untuk tujuan non-sosial atau yang tidak transparan adalah pelanggaran etika dan hukum. Pemerintah perlu mewajibkan pendidikan publik dan literasi ekonomi-hukum analitis (UU No. 14 Tahun 2008 & UU No. 28 Tahun 2004).
8. Peran Kunci Kementerian Keuangan RI dan Komisi XI DPR RI
Kementerian Keuangan RI dan Komisi XI DPR RI adalah pilar penting dalam mewujudkan keadilan sosial melalui kebijakan fiskal dan pengawasan. Peran pihak-pihak tersebut adalah kunci stabilitas dan pemerataan ekonomi.