Mudik Ternyata Bukan Budaya Islam, Begini Asal Muasal Tradisi Mudik di Indonesia Terjadi

Mudik Ternyata Bukan Budaya Islam, Begini Asal Muasal Tradisi Mudik di Indonesia Terjadi

Volume kendaraan pemudik dari Jakarta yang melintas di Exit Tol Pejagan terus mengalami peningkatan pada Rabu, 27 April 2022.--

Dia menyebutkan pada surat kabar Pewarta Deli edisi Juli 1917, berita dan tulisan yang mengisi satu minggu sebelum dan sesudah lebaran adalah berupa berita tentang kondisi daerah (seperti Tapanoeli, Medan, Tebing Tinggi, Labuhan Bilik, Bindjai), berita kriminal (seperti pencurian), berita ekonomi di Sumatera Timur, berita internasional (seperti Jepang, Eropa, Belanda, Cina), berbagai iklan produk, cerpen, serta beberapa ucapan dan Puisi Hari Raya.

Setidaknya dari analisis surat kabar Pewarta Deli tahun 1917 itu, suasana Hari Raya di media massa hanya diisi dengan ucapan sederhana selamat Hari Raya, puisi Hari Raya oleh redaksi, dan beberapa iklan produk yang berkaitan dengan Hari raya.

Surat kabar Pewarta Deli yang dicetak di Deli ini sama sekali tidak ada memuat berita dan tulisan mengenai mudik meskipun Deli pada masa itu merupakan kota yang banyak dihuni oleh migran dan perantauan.

(BACA JUGA:Chandrika Chika Ucapkan Selamat Idul Fitri Pakai Baju Kaftan, Komentar Netizen Malah Ambyar)

Pada surat kabar Soeara Atjeh edisi Maret 1930 ada berita dan tulisan yang mengisi suasana menjelang dan sesudah Idul Fitri.

Bebrapa tulisan bernuansa Islam nampak terbaca seperti kelompok “Intelectueel Islam Haroes Insjaf”, tulisan “Pers Kolonial Dan Journalistennja”, tulisan “Oemat Islam Moesti Sedar!”, tulisan “Agama Islam Dalam Pimpinan Allah”, profil beberapa tokoh (seperti M. Ghandi dari India, Coolidge dan Hoover dari Amerika, Ibn Saoed dari Arab), berita tentang Ormas Islam (seperti Muhammadiah), berita pendidikan, iklan seputaran puasa dan Hari Raya, serta ucapan dan puisi Hari Raya oleh redaksi surat kabar.

"Dari surat kabar Soeara Atjeh ini juga tidak ditemukan satu pun berita berkaitan dengan mudik, meskipun surat kabar ini sangat kental dengan nuansa Islam," beber Ichwan.

Dari analisis kedua surat kabar itu jelas tampak bahwa tidak ada satupun berita atau tulisan yang mengabarkan tentang kondisi mudik setidaknya untuk wilayah Aceh dan Sumatera Timur.

(BACA JUGA:Viral Video Mesra Arya Saloka dan Amanda Manopo, Roy Suryo: Itu Beneran, Natural, Teman Tapi Mesra)

"Dengan demikian konsep mudik tidak ada kaitannya dengan Idul Fitri. Mudik juga belum tentu berkaitan dengan banyaknya kaum migran atau perantau," katanya.

Deli dan Sumatera Timur merupakan tempat bersesak kaum migran (dari Jawa) dan perantau (dari Minang dan Mandailing) sejak akhir abad 19.

Tapi tidak ada kegelisahan “mudik”, “pulang kampung”, atau semacamnya yang ahistoris. Kenderaan waktu itu sudah ada, bus, kereta api, kapal laut, sepeda, sado.

Dalam beberapa pemberitaan orang biasa untuk berbagai urusan naik sepeda dari Tanjung Pura atau Tebing Tinggi ke Medan. Tapi tidak ada rombongan mudik.

(BACA JUGA:Wisatawan Tertipu Agen Wisata Labuan Bajo, Begini Kronologinya)

Koran Pewarta Deli edisi 18 Juli 1917, Koleksi Arsip Museum Sejarah Pers Medan.

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Sigit Nugroho

Tentang Penulis

Sumber: