Makmun Rasyid: Institusi TNI dan Polri Jadi Obyek Infiltrasi HTI

Makmun Rasyid: Institusi TNI dan Polri Jadi Obyek Infiltrasi HTI

Pada tahun 2017 organisasi HTI secara resmi dibubarkan oleh pemerintah -dok-Twitter

“Target mereka pertama adalah mencari massa sebanyak-banyaknya. Jadi mereka membuat majelis taklim di mana-mana,” ujar Ustadz Rubianto Ibrohim. 

Dia menyebut di tubuh Kepolisian juga ada organisasi yang di dalamnya berisi para pengikut Wahabi/Salafi. Organisasi itu bernama Polisi Cinta Sunnah (PCS). 

“Bahkan, mereka di kepolisian juga ada. Ada namanya PCS, Polri Cinta Sunnah. Itu organisasi mereka. Di situ ada orang-orang mereka. Ada ustadz-ustadznya di dalam PCS itu,” lanjut Ustadz Rubianto Ibrohim. 

(BACA JUGA:Ustad Sofyan Bilang Wisata ke Candi Borobudur Haram, Eko Kuntadhi: Gerombolan Wahabi Kacau!)

Tak hanya di polisi. Ustadz Rubianto Ibrohim juga mengungkapkan para pengikut Wahabi/Salafi juga telah menyusup ke MUI. “Setelah itu target mereka, masuk ke organisasi-organisasi resmi. Tujuannya supaya dianggap legal. Seperti di MUI. Mereka mulai masuk di situ,” terangnya. 

Para penceramah di organisasi Wahabi/Salafi itu, lanjut Ustadz Rubianto Ibrohim, mendapat gaji dari luar negeri. Nilainya Rp20 juta per bulan. “Di samping itu, mereka dapat gaji dari luar negeri kurang lebih Rp20 juta satu bulan, per Dai-nya mereka. Satu provinsi itu satu orang Dai. Nah, mereka itu juga dievaluasi,” tukasnya.

Dia juga membeberkan ada beberapa yayasan yang ikut mendanai gerakan pengikut Wahabi/Salafi ini. “Kalau di NU, yang dari Timur Tengah itu nama organisasinya Robitah. Tapi kalau dari mereka, selain dari Robitah ada beberapa yayasan yang mendanai mereka,” terangnya.

(BACA JUGA:Ulil: Kelompok Islam Salafi Merasa Diri Paling Benar dari yang Lain)

Karena itu, lanjutnya, ada televisi milik mereka yang tanpa iklan semakin hari kian besar. Termasuk sekolah-sekolah pengikut Wahabi/Salafi yang tanpa bantuan bisa cepat berkembang.

Menurut ustadz Rubianto Ibrohim, aliran Wahabi/Salafi ini dinilai membahayakan Indonesia. Karena menolak aturan di Indonesia. Contohnya tidak mau hormat pada bendera Merah Putih. 

"Dalam pemahaman Wahabi/Salafi hormat pada bendera itu Thogut. Yaitu selain hukum Allah. Artinya sama dengan menyembah merah putih. Itu oleh mereka dianggap sama dengan beribadah selain kepada Allah SWT," urainya. 

(BACA JUGA:Komisi III DPR Imbau BNPT: Jangan Sudutkan Islam dengan Isu Radikalisme)

Tak hanya itu, peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW juga ditentang oleh aliran Wahabi/Salafi ini. 

"Mereka menentang dan menganggap itu berlebihan kepada Nabi. Menurut mereka itu bid'ah. Cinta mereka kepada Nabi terlalu kaku. Katanya tidak ada dalam syariat Islam. Begitu juga dengan tahlilan. 

Dikatakan, ustadz yang punya watak radikal tidak boleh diberi tempat di organisasi resmi. 

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Rizal Husen

Tentang Penulis

Sumber: