fin.co.id - Anggota polisi tidak boleh ringan tangan atau dengan mudah menggunakan senjata api (senpi) dalam bertugas. Selama ini, penggunaan senpi oleh polisi selalu atas nama penegakan hukum.
Tidak hanya itu. Terlalu mudahnya polisi menggunakan senpi, pemakluman publik terhadap tindakan penyalahgunaan alat tersebut juga sering terjadi. Akibatnya, secara tidak langsung mendorong kesalahan serupa dilakukan berulang kali.
"Publik sering kali memakluminya. Hanya dengan pernyataan tindakan tegas dan terukur atau pelaku melawan saat ditangkap. Polisi sering kali melupakan asas-asas legalitas, proporsionalitas dan prinsip nesesitas yang harusnya jadi pondasi utama penggunaan kekuatan seperti senjata api," ujar Pegiat hak asasi manusia (HAM) Muhammad Amin Multazam Lubis seperti dilansir dari Antara di Jakarta, pada Senin, 2 Desember 2024.
Menurutnya, penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh kepolisian dinilai sudah menjadi bahaya laten atau terpendam dalam penegakan hukum. Sehingga berpotensi untuk disalahgunakan.
Baca Juga
- Rugikan Petani, Peredaran Sarana Pertanian Ilegal Masih Jadi Tantangan
- Kades Kohod Kabur Dimintai Keterangan Soal HGN Dan SHM Pagar Laut
Bahkan, penyalahgunaan senjata api semakin banyak terjadi bila pelaku yang ditembak polisi adalah para residivis dan musuh publik. Seperti pelaku begal, maling, teroris, pelaku asusila dan lainnya.
"Pembiaran serta pemakluman itu, lanjutnya, secara terselubung tanpa disadari membentuk perilaku personel Polri semakin 'ringan tangan' menggunakan senpi," jelasnya.
Pada akhirnya, lanjut Amin, persoalan pidana remeh-temeh masyarakat yang belum tentu bersalah pun berpotensi menjadi korban tembakan oknum polisi.
"Cukup dengan alasan sederhana tanpa perlu pertanggungjawaban berlebihan, penggunaan senjata api jadi semacam bahaya laten," urainya.
Perkara penyalahgunaan senjata api dalam dua pekan terakhir telah menjadi sorotan berbagai pihak.
Baca Juga
- Megawati Soekarnoputri Minta Pemerintah Pastikan MBG Tepat Sasaran
- ASDP dan ITS: Sinergi Strategis untuk Kemajuan Sektor Maritim Nasional
Kasus polisi tembak polisi yang terjadi di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat telah menewaskan satu orang bernama Ryanto Ulil Anshar yang berpangkat Kompol. Ini merupakan salah satu contoh penyalahgunaan senjata api.
Penembakan dilakukan oleh AKP Dadang Iskandar sebagai anggota aktif Polri, sehingga berujung dengan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Selain kasus tersebut, kasus penembakan atau penyalahgunaan senjata api juga dilakukan oleh oknum polisi berinisial R berpangkat Aipda, kepada seorang siswa SMKN 4 Semarang, Jawa Tengah, berinisial GRO yang dikenal sebagai anggota paskibraka berprestasi.