Uji Formil Pengesahan Perppu Cipta Kerja - Ratusan massa yang tergabung dalam Gerakan Kesejahteraan Nasional (Gekanas), mendatangi gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, Selasa 22 Agustus 2023.
Kedatangan mereka untuk menyerahkan materi kesimpulan sidang terhadap uji Formil pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi UU no 6 tahun 2023. Serta mengecam pembangkang konstitusi.
"Pada hari ini kami menyampaikan kepada Mahkamah harapannya adalah apa yang menjadi pesan dari saksi ahli Zainal Arifin Mochtar dan Bivitri Susanti, dalam persidangan di MK beberapa waktu lalu, betul-betul diperhatikan," ujar Kuasa Hukum Gekanas Saiful Anwar kepada wartawan di Gedung MK, Selasa siang.
"Karena kalau UU nomor 6 tahun 2023 tidak dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi maka niscaya yang lain semua dengan perpu sebagaimana yang disampaikan dalam persidangan oleh bu Bivitri dan pak Zainal," imbuhnya.
Menurut Saiful, keterangan ahli Zainal Arifin Mochtar, ada beberapa hal penting. Yang pertama terkait dengan ketidaktaatan terhadap konstitusi dengan menerbitkan Perppu.
Yang kedua bahwa Perppu itu sebagai hukum darurat yang kondisinya diterbitkan dalam keadaan yang normal. Jadi ada sebuah pendaruratan konstitusi yang normal.
BACA JUGA:
- Perppu Cipta Kerja Disetujui Baleg, PKS dan Demokrat Tetap Menolak
- UU Cipta Kerja, Pengamat: Waspadai Bughat atau Pembangkangan Massal seperti di Libya
"Yang ketiga UU nomor 6 ini hadir dari Perppu yang sudah barang tentu tidak kelihatan Unsur pemaksaannya. Tidak ada unsur memaksanya," ujar Saiful.
Dalam sidang tersebut saksi ahli Zainal juga menerangkan bahwa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja) tidak memenuhi hal unsur mendesak dan darurat.
"Dan yang terakhir beliau menegaskan bahwa jika ini didiamkan maka penggunaan Perppu secara serampangan dikhawatirkan akan terus terjadi dan itu akan mengancam hak asasi dan demokrasi," imbuh Saiful.
Bila dikaitkan dengan pernyataan Bivitri, ahli hukum yang diajukan, lanjut Saeful, dikatakan bahwa hal tersebut merupakan pembangkangan konstitusi. Pembangkangan oleh pemerintah dan DPR, sebagai pembentuk undang-undang.
Karena tidak melaksanakan putusan MK No. 91 tahun 2020, yang memerintahkan untuk memperbaiki Undang-undang No. 11 tahun 2020.
'Yang paling konkrit adalah meaningful participation. Maka dengan Perppu itu tidak ada lagi partisipasi publik," ujarnya.
BACA JUGA:
- Soal Kontrak Seumur hidup dan Hapus Libur Serta Cuti Haid di Perppu Cipta Kerja, Begini Penjelasan Kemnaker
- Yusril Bilang Perppu Cipta Kerja Tidak Ada yang Salah: Sudah Sesuai Prosedur
Saksi ahli Bivitri, lanjut Saiful juga menegaskan, bahwa tidak ada alasan mendesak. Sebab dari beberapa bukti yang diajukan, tidak ada kekosongan hukum untuk bisa diterbitkan Perppu No. 2 Tahun 2022.