Purnawirawan TNI Jadi Tersangka Kasus Korupsi Tabungan Wajib Perumahan AD

Purnawirawan TNI Jadi Tersangka Kasus Korupsi Tabungan Wajib Perumahan AD

Jampidsus Febrie Adriansyah memparkan strategi optimalisasi penyelematan keuangan negara.-Istimewa-

JAKARTA, FIN.CO.ID - Tim Penyidik Koneksitas Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menetapkan seorang purnawirawan TNI sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi Tabungan Wajib Perumahan Angkatan Darat (TWP AD) Tahun 2013-2020.

"Tersangka yaitu Kolonel Czi (Purn) CW AHT," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Selasa, 22 Maret 2022.

Kolonel (Purn) CW menjadi tersangka kedua dari unsur militer. Sebelumnya, penyidik telah menahan Brigadir Jenderal YAK selaku Direktur Keuangan TWP-AD sejak Juli 2021.

(BACA JUGA:Kasus Korupsi Asabri, Kejagung Tahan Rennier Abdul Rachman Latief)

Adapun peran Kolonel (Purn) CW dalam perkara ini adalah menunjuk tersangka KGS MMS selaku pihak penyedia lahan perumahan prajurit di wilayah Nagreg, Jawa Barat, dan Gandung, Palembang.

CW juga berperan menandatangani perjanjian kerja sama untuk pengadaan lahan di Gandus dan Nagreg dan telah diduga menerima aliran uang dari tersangka KGS MMS. Adapun KGS MMS merupakan tersangka dari unsur sipil yang sudah ditahan sejak 16 Maret 2022.

Penetapan tersangka terhadap Kolonel (Purn) CW telah dilakukan pada 15 Maret 2022, namun Kejaksaan Agung baru mengumumkannya hari ini.

(BACA JUGA:Kasus Korupsi Jiwasraya, Kejagung Sita 296 Aset Milik Benny Tjokrosaputro, Luasnya 150 Hektare)

Menurut Ketut, dalam perkara ini telah terjadi penyimpangan atas perjanjian kerja sama untuk pengadaan lahan di Nagreg, yaitu pembayaran dilakukan tidak sesuai mekanisme yaitu sesuai progres perolehan lahan, pembayaran 100 persen haya jika sudah menjadi sertifikat induk.

Selain, pengadaan tanpa kajian teknis, perolehan hanya 17,8 hektare namun belum berbentuk sertifikat induk. Kelebihan pembayaran dana legalitas di BPN sehingga pengeluaran lagi sebesar Rp2 miliar tidak sah sesuai PKS.

"Penggunaan Rp700 juta tanpa izin Kepala Staf Angkata Darat (Kasad)," ucap Ketut.

(BACA JUGA:Kejagung Bakal Hentikan Penuntutan Kasus Nurhayati, Segera Bebas?)

Sedangkan penyimpangan atas perjanjian kerja sama (PKS) untuk pengadaan lahan di Gandus, yaitu pembayaran dilakukan tidak sesuai mekanisme, pengadaan tanpa kajian teknis, perolehan hanya dokumen surat pernyataan pelepasan hak atas tanah (SPPHT) dengan keterangan luas 40 hektare tanpa bukti fisik tanah. Lahan yang diperoleh nihil dari pembayaran Rp41,8 miliar.

"Tersangka KGS MMS tidak membeli kembali SPPHT yang gagal Hak Guna Garap (HGG) atau sertifikat induk," kata Ketut.

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Rizky Agustian

Tentang Penulis

Sumber: