Akusisi PT SBS, JPU Gagal Buktikan Surat Dakwaan di Hadapan Hakim

Akusisi PT SBS, JPU Gagal Buktikan Surat Dakwaan di Hadapan Hakim

--

Dengan demikian, kata Gunadi, proses akuisisi tersebut telah memenuhi seluruh ketentuan hukum yang berlaku, di antaranya: (1) Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara; (2) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; (3) Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-01/MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara. Sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-09/MBU/2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-01/MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara; (4) Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor : Kep-614/BL/2011 tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha Utama; (5) Anggaran Dasar PT BA; (6) Keputusan Bersama Dewan Komisaris dan Direksi PT Bukit Asam (Persero) Tbk yang sering disebut dengan istilah Board Manual; (7) Anggaran Dasar PT BMI.

"Bahwa kebijakan Direksi PT BA terkait investasi dalam bentuk akuisisi tersebut telah mendapatkan persetujuan dari Dewan Komisaris PT BA dan telah dipertanggungjawabkan dalam RUPS PT BA dan sudah mendapatkan pembebasan tanggung jawab (acquit et de charge). Oleh karena itu, aksi korporasi tersebut telah dilindungi oleh doktrin Business Judgment Rules (BJR) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (5) UUPT, " beber Gunadi.

Dikatakan Gunadi, bahwa sesuai dengan fakta yang terungkap di persidangan, dalam aksi korporasi berupa investasi dalam bentuk akuisisi yang dilakukan oleh PT BA tidak mengakibatkan kerugian keuangan negara. Sebagaimana dinyatakan dalam Surat Dakwaan maupun Surat Tuntutan Penuntut Umum.

"Justru yang terjadi kondisi yang sebaliknya, bahwa aksi korporasi tersebut mendatangkan benefit atau manfaat bagi PT BA antara lain PT BA dapat menekan biaya produksi batubara yang berakibat pada efisiensi biaya produksi. Sehingga membawa dampak peningkatan laba bagi PT BA dalam jumlah yang signifikan yaitu sebesar Rp. 1.882.053.739, 012 (satu triliun delapan ratus delapan puluh dua juta lima puluh tiga ribu tujuh ratus tiga puluh sembilan rupiah dua belas sen). Dengan diakuisisinya PT SBS oleh anak perusahaan PT BA (PT BMI), " ujar Gunadi.

Sesuai Laporan Keuangan PT SBS per September 2023, kata Gunadi, PT SBS telah mencatatkan laba sebesar Rp. 110.382.220.937,00 (seratus sepuluh miliar tiga ratus delapan puluh dua juta dua ratus dua puluh ribu sembilan ratus tiga puluh tujuh rupiah) dan ekuitas menjadi surplus sebesar Rp. 63.298.729.605,00 (enam puluh tiga miliar dua ratus sembilan puluh delapan juta tujuh ratus dua puluh sembilan ribu enam ratus ima rupiah) Bahwa selain hal tersebut, sesuai fakta-fakta yang terungkap di persidangan, investasi berupa akuisisi PT SBS tidak terbukti mengakibatkan kerugian negara bagi PT BA sebesar Rp. 162.466.152.401,00 (seratus enam puluh dua milyar empat ratus enam puluh enam juta seratus lima puluh dua ribu empat ratus satu rupiah) karena Penuntut Umum dalam persidangan tidak bisa membuktikan hal tersebut.

"Dalam membuktikan kerugian keuangan negara, Penuntut Umum justru mendasarkan pada Putusan MK Nomor : 003/PUU-IV/2006 tanggal 24 Juli 2006 yang mana Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor masih dikualifikasikan sebagai delik formil. Sehingga pembuktian kerugian keuangan negara cukup hanya dengan membuktikan adanya potensi kerugian negara (potential loss).

Padahal, kata Gunadi, berdasarkan Putusan MK No. 25/PUU-XIV/2016, kata “dapat” dalam pasal tersebut telah dinyatakan “tidak mempunyai kekuatan mengikat sebagai hukum”, oleh karena itu Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor yang tadinya merupakan delik formil, telah berubah menjadi delik materiil. Konsekuensinya, kata Gunadi, adalah kerugian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi tidak bisa hanya “potential loss” melainkan harus “actual loss” atau “real loss”.

"Dengan demikian kerugian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi harus nyata dan pasti jumlahnya, " sebut Gunadi.

Gunadi menyebut, berdasarkan keterangan dan pendapat Ahli yang ditugaskan oleh Penuntut Umum untuk melakukan penghitungan kerugian negara yaitu Erwinta Marius, sesuai Laporan Perhitungan Kerugian Negara yang dibuatnya dalam perkara ini tidak dapat diyakini kebenarannya. Karena ahli yang ditugaskan Penuntut Umum tidak memiliki kompetensi melakukan perhitungan dan menetapkan adanya kerugian negara.

"Ahli tidak mempunyai kompetensi sebagai auditor investigatif, metode perhitungan yang dilakukan ahli tersebut keliru karena dalam melakukan perhitungan kerugian negara. Ahli menggunakan ekuitas negatif PT SBS sebagai salah satu komponen perhitungan padahal ekuitas negatif tersebut secara akuntansi bukan merupakan bagian dari kerugian negara sebagaimana disampaikan oleh Ahli yang dihadirkan oleh Penuntut Umum sendiri yaitu Dr. Eko Sembodo, " tutur Gunadi.

"Ahli dalam melakukan perhitungan kerugian negara hanya berdasarkan dokumen-dokumen yang diperoleh dari penyidik tanpa melakukan konfirmasi, klarifikasi, dan wawancara dengan pihak-pihak terkait. Hal ini melanggar asas asersi dalam perhitungan kerugian negara. Oleh karena itu, dalam perkara ini tidak terjadi kerugian negara yang dialami oleh PT BA maupun PT SBS. Dengan demikian kesimpulan dari hal ini semua, sudah sangat patut dan adil jika seluruh Terdakwa dalam perkara ini dibebaskan, " tutup Gunadi.

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Sahroni

Tentang Penulis

Sumber: