MK Dinilai Tidak Punya Wewenang Terima Gugatan Batas Umur Capres-Cawapres

MK Dinilai Tidak Punya Wewenang Terima Gugatan Batas Umur Capres-Cawapres

Gedung Mahkamah Konstitusi -dok-

Ketiga, lanjutnya, seandainya pemohon memenuhi semua persyaratan legal standing seperti disebut di atas, Mahkamah Konstitusi juga tidak berwenang menggelar perkara judicial review batas usia minimum calon presiden dan wakil presiden, karena hal tersebut merupakan hak pembuat undang-undang, yaitu DPR dan Pemerintah.

"Karena batas usia minimum calon presiden dan wakil presiden merupakan Open Legal Policy yang harus diperdebatkan di DPR dengan melibatkan semua partai politik" papar Anthonu Budiawan. 

Batas usia minimum 40 tahun pada hakekatnya untuk melindungi seluruh rakyat Indonesia agar presiden dan wakil presiden dijabat oleh orang yang cukup berpengalaman berdasarkan usia, menurut pandangan dan perdebatan antar partai politik sebagai pembuat UU di parlemen.

Menurit dia, Mahkamah Konstitusi hanya berwenang mengadili UU terhadap konstitusi. 

Kalau batas usia minimum 40 tahun melanggar konstitusi, maka batas usia minimum 35 tahun juga melanggar konstitusi, atau batas usia minimum 45 tahun juga melanggar konstitusi. Itu konsekuensi yang akan terjadi.

Menurut Anthony, kalau Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan dengan menurunkan batas usia minimum calon presiden dan wakil presiden menjadi 35 tahun, maka Mahkamah Konstitusi sudah bertindak melampaui wewenang konstitusinya, karena Mahkamah Konstitusi sudah menjadi pembuat UU tunggal.

"Artinya, Mahkamah Konstitusi melanggar konstitusi, dan hakim Konstitusi menjadi pengkhianat negara seperti dimaksud pada penjelasan pasal 169 huruf d UU pemilu. 

Menurut Anthony Budiawan, kesalahan fatal Mahkamah Konstitusi adalah menggelar sidang judicial review yang tidak ada legal standing, dan yang juga bukan wewenangnya.

Sedangkan permohonan uji materi presidential threshold 20 persen, yang jelas-jelas melanggar konstitusi, tidak digubris, dan bahkan dihalangi dengan tidak menggelar sidang permohonan dengan alasan tidak ada legal standing atau itu merupakan open legal policy DPR dan Pemerintah.

"Dalam hal ini, Mahkamah Konstitusi juga melanggar Konstitusi, dan hakim Konstitusi yang dengan sengaja melanggengkan pelanggaran konstitusi menjadi pengkhianat negara, sesuai bunyi penjelasan pasal 169 huruf d UU pemilu tersebut" katanya. 

"Akan tiba saatnya, pengkhianat negara harus bertanggung jawab atas perbuatannya" pungkas Anthony Budiawan. (*) 

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Afdal Namakule

Tentang Penulis

Sumber: