Forkopi Sampaikan Aspirasi Penolakan Pengawasan Koperasi di OJK ke Fraksi PPP DPR RI

Forkopi Sampaikan Aspirasi Penolakan Pengawasan Koperasi di OJK ke Fraksi PPP DPR RI

Ketua Presdium Forum Koperasi Indonesia (Forkopi), Andy A Djunaid--

Ia juga menegaskan ada ribuan anggota koperasi yang diberikan relaksasi yang berbeda dengan relaksasi perbankan. Ia katakan relaksasi yang diberikan kepada anggota koperasi berbeda dengan relaksasi perbankan, di koperasi relaksasi diberikan tanpa ada pembebanan margin baru (red :bunga pada sistem konvensional)  dan tanpa denda.”Inilah sistem di koperasi yang berbeda dengan yang diterapkan di perbankan.

Kambara setuju dengan pengawasan koperasi karena ini akan menjadi alat untuk memurnikan koperasi pada khitahnya, pengawasan ada di Kemenkopukm, hanya perlu diperkuat kembali bidang pengawasan di Kemenkopukm.  Ia menjelaskan pasal 44 Undang  Undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian dan didukung  berbagai peraturan turunannya yaitu antara lain Peraturan Pemerintah  No. 9 tahun 1995 tentang  Pelaksanaan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi. Peraturan Menteri Koperasi dan  UKM No. 15 tahun 2015 tentang Usaha Simpan Pinjam Koperasi yang kemudian disempurnakan dengan Peraturan Menteri Koperasi dan UKM  Nomor  02 tahun 2017 tentang  Perubahan atas Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 15 tahun 2015,  Peraturan Menteri Koperasi  dan UKM  No. 9 tahun  2020 tentang Pengawasan Koperasi.

Dari Undang-undang, peraturan pemerintah dan permenkop Kambara menyatakan bahwa Kemenkopukm memang punya kewenangan mengawasi koperasi di Indonesia. Hal ini juga dibuktikan oleh adanya Bidang Kelembagaan pada waktu kemenkopukm masih dipegang Pak Syarif Hasan dan Bidang Pengawasan pada waktu Kemenkopukm dipegang Pak Puspayoga. Dan saat ini pun, di era Pak Teten ada Asdep Pengawasan, sehingga sebetulnya jika ada statement yang menyatakan Kemenkopukm tidak punya kewenangan untuk mengawasi hal ini tentu kurang tepat.

Berdasarkan pada kondisi di atas maka saran dari kami adalah koperasi tetap di bawah Kemenkopukm terutama koperasi yang hanya melayani anggota saja atau sering disebut dengan close loop model.

Menutup keterangannya ia kutip kembali pesan Bung Hatta tahun  1952, ia katakan bahwa dasar kekeluargaan itulah dasar hubungan istimewa pada koperasi. Di sini tidak ada majikan dan buruh melainkan usaha bersama antara mereka yang sama kepentingannya dan tujuannya.

Stephanus, perwakilan dari koperasi kredit kembali menegaskan bahwa koperasi adalah kumpulan orang dan baru kumpulan uang. Bergesernya pengawasan koperasi pada OJK tentu menggeser manajemen risiko yang mempertimbangkan nilai – nilai koperasi menjadi bergeser dengan menempatkan uang di atas segalanya.

Lebih lanjut ia katakan prinsip-prinsip koperasi akan menghilang seiring dengan pemberlakuan manajemen risiko yang semata-mata berbasis uang.

“Kita saat ini memberikan relaksasi namun relaksasi kita berbeda dengan perbankan. Relaksasi kita menghentikan bunga dan memberikan waktu kepada anggota yang sedang bermasalah dalam pinjamannya. Apakah hal seperti ini dimungkinkan di perbankan?” ujar Stephanus setengah bertanya.

Gerakan koperasi kredit yang saat ini beranggotakan 3,5 juta orang dipastikan menolak RUU PPSK atau Omnibus Law Sektor Keuangan ini. Ia menegaskan dalam menjalankan tata kelola koperasi yang baik memang harus ada pengawasan.

“Pengawasan menjadi syarat mutlak bagi tata kelola koperasi yang baik namun pengawasan koperasi bersifat self-regulated dalam hal ini pengawasan bisa dilakukan oleh unsur koperasi dan pemerintah yang mengerti bahwa manajemen koperasi bukan hanya untung rugi tetapi berbasis saling dukung dan saling percaya” papar Stephanus melanjutkan.

Mengakhiri pernyataannya Stephanus mengungkapkan bahwa manajemen risiko di koperasi manajemen risiko ekonomi kerakyatan.

Budi Santoso dari PBMTI menandaskan bahwa koperasi terbukti telah mampu menjadi garda terdepan dalam mengangkat usaha masyarakat kelas mikro dan ultra mikro. Ia juga menegaskan bahwa koperasi melayani anggotanya karena ia juga pemilik dari koperasi, hal ini tentu beda dengan perbankan yang menempatkan nasabah sebagai pihak lain yang dilayani dan pemilik modal harus diamankan secara ketat dan hanya berhitung soal terminologi bisnis untung rugi semata. ”Di koperasi aspek sosial menjadi pertimbangan selain pertimbangan bisnis”ujar Budi.

”Di koperasi prinsip profit dan benefit harus berjalan seirama, kami berharap pasal-pasal 191, 192 dan 298 dikeluarkan dari RUU PPSK. Sementara RUU Perkoperasian harus diatur sebaik mungkin untuk menjaga tegaknya prinsip dan nilai koperasi tetap terjaga ” pungkas Budi Santoso.

Menutup acara audiensi Forkopi dan Fraksi PPP DPR RI, Achmad Baidowi menyambut baik penyampaian aspirasi ini dan akan ikut memperjuangkan aspirasi koperasi Indonesia. Ia juga berharap Forkopi menyampaikan juga kepada fraksi-fraksi lain di DPR RI agar suara pelaku koperasi ini lebih didengar dan keinginan ini bisa diserap dalam undang-undang PPSK nantinya.

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Sahroni

Tentang Penulis

Sumber: