Jangan Persempit Makna Kalimat Al Wala Wal Bara

Jangan Persempit Makna Kalimat Al Wala Wal Bara

Radikalisme di Indonesia -ilustrasi-twitter

"Istilah ini begitu populer ketika keruntuhan kekhilafan Islam atau pada pasca-penyerangan Mongolia ke negara-negara Islam di Timur Tengah pada saat itu, Kemudian kemunculan penguasa baru pada saat itu, menimbulkan pertanyaan di masyarakat apakah mereka (penguasa) merepresentasikan Islam, dan apakah harus loyal kepada pemerintah,” jelasnya.

Dosen Pasca Sarjana di Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran (PTIQ) Jakarta ini mengatakan bahwa justru dewasa ini ungkapan tersebut menjadi doktrin negatif yang mendominasi banyak kelompok radikal.

(BACA JUGA:BNPT: Khilafatul Muslimin Punya Ideologi Sama dengan HTI, Mendirikan Negara Khilafah)

"Mereka memandang 'Al Wala’ Wal Bara’ itu hanya semata-mata untuk orangnya saja, untuk orang Muslim saja. Kalau yang bukan Muslim itu tidak bisa loyal bahkan mengganggu dan mengancam orang lain karena menganggap Itu bukan bagian dari mereka, itu adalah suatu kekeliruan tentang memaknai 'Al Wala’ Wal Bara’,” tutur Kiai Suaib.

Padahal di dalam ajaran Islam sendiri, tidak ada batasan dalam pergaulan karena sejatinya manusia memiliki hubungan hak dan kewajiban dengan manusia lainnya, terlebih dalam hal yang bersifat kepentingan umum.

(BACA JUGA:Soal Ciri Penceramah Radikal BNPT, Kali Ini MUI Setuju: Faktanya Memang Demikian)

Suaib juga menjawab terkait kontradiksi antara makna ungkapan "Al Wala’ Wal Bara" dengan konsep Islam yang rahmatan lil alamin, dimana Islam dan umat Muslim sejatinya memberikan kemanfaatan bagi orang lain dan alam semesta.

"Kalau dimaknai secara keliru tentunya itu bertentangan. Jadi kalau ada orang mengatakan saya hanya bisa baik terhadap sesama orang Muslim, itu pasti bertentangan dengan konsep 'rahmatan lil alamin'. Tetapi kalau dia memaknai loyalitas itu adalah untuk kebaikan dan kemanfaatan ya itu tidak masalah,” jelas Kiai Suaib.

 

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Gatot Wahyu

Tentang Penulis

Sumber: