"Lalu untuk apa?"
"Masalahnya saya suka bekerja. Saya menikmati pekerjaan. Saya merasa terhibur saat bekerja. Saya tidak main golf. Tidak ke bar. Tidak ke karaoke. Tidak minum-minum. Tidak punya jam tangan".
"Tapi kenapa begitu mati-matian?"
Saya tidak bisa menjawab. Tapi saya harus menjawab. Setelah diam sejenak, saya berucap: "mungkin karena saya laki-laki....". Kalau tidak bekerja akan cepat tua.
Ia lantas mengingatkan. Untuk apa hidup. Pada dasarnya tujuan hidup hanya untuk mengembangkan gen. Untuk mempunyai keturunan. Setelah itu, mati. Selesai.
Saya setuju dengan kata-katanya. "Uang baru bermakna saat digunakan..." tambahnya.
Itu betul. Saya juga tahu. Maka saya teruskan kata-katanya itu: "Uang yang begitu banyak kalau tidak dipakai tidak bisa disebut uang. Itu hanya deretan angka-angka. Tumpukan angka.
Maka saya sampaikan satu kesimpulan: yang penting pengusaha itu harus tahu batas. Tidak rakus. Harus bisa membedakan mana uang, mana angka.
Pemeriksaan belum selesai. Lalu diteruskan. Kembali ke pokok perkara.
Hakim yang menangani perkara Donald Trump juga pencinta filsafat. Mungkin ia juga heran melihat ada orang seperti Trump. (*)