Ungkap Sederet Pasal, Akademisi: Korban Begal Habisi Nyawa Pembegalnya Tak Bisa Dipidana

Ungkap Sederet Pasal, Akademisi: Korban Begal Habisi Nyawa Pembegalnya Tak Bisa Dipidana

Pria berinisial S yang menjadi korban begal ditetapkan sebagai tersangka karena membunuh dua dari empat orang yang membegalnya-ist-radarlombok.co.id

MATARAM, FIN.CO.ID - Korban begal yang menghabisi nyawa pembegalnya tidak bisa dikenakan hukum pidana. 

Sebab apa yang dilakukan korban begal adalah upaya terpaksa membela diri.

Hal tersebut diungkapkan akademisi hukum pidana  Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Taufan Abadi.

(BACA JUGA:Korban Begal yang Habisi Nyawa Dua dari Empat Pembegal Akhirnya Dibebaskan )

Dia mengatakan korban begal yang membunuh pelaku begal tidak dapat dikenai hukum pidana.

"Karena tindakan yang dilakukan korban masuk dalam kategori pembunuhan terpaksa," katanya dalam keterangannya, Rabu, 13 April 2022, menanggapi pembunuhan dua pelaku begal di Lombok Tengah pada Minggu (10/4) dini hari oleh korban begal berinisial S (34), yang ditetapkan polisi sebagai tersangka.

"Secara singkat, kasus pembunuhan terhadap dua pelaku begal oleh korban S mengarah pada alasan pemaaf, sehingga tidak dapat dikenakan pidana," lanjutnya.

(BACA JUGA:Tuntut Bebaskan Korban Begal yang dijadikan Tersangka, Polres Lombok Tengah Digeruduk Massa)

Dikatakannya, dengan alasan tersebut, perbuatan S dapat dinyatakan bersalah. Tapi perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh S. 

Hal itu merujuk pada ketentuan hukum pidana Pasal 48 tentang Daya Paksa (overmacht) dan Pasal 49 KUHP tentang Pembelaan Terpaksa (noodweer).

Dalam Pasal 48 KUHP disebutkan barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana; kemudian Pasal 49 KUHP terdapat dua ayat yang mengatur tentang Pembelaan Terpaksa (noodweer).

Pada ayat 1 disebutkan barangsiapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan, karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain; terhadap kehormatan kesusilaan (eerbaarheid) atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak dipidana.

Selanjutnya, pada ayat 2 disebutkan pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh kegoncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.

"Pertanyaannya, dalam kasus S, mana yang dapat dikenakan? Daya paksa pada Pasal 48 atau pembelaan terpaksa pada Pasal 49? Untuk menjawab itu, maka tentu perlu merunut unsur daya paksa atau pembelaan terpaksa," jelasnya.

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Gatot Wahyu

Tentang Penulis

Sumber: