News

Ruangan Wahyu Digeledah Lagi

fin.co.id - 2020-01-14 02:32:07 WIB

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyambangi Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Senin (13/1) kemarin. Penyidik menggeledah ruang kerja mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan yang terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT). Wahyu sendiri kini sudah ditahan di Rutan Guntur (Rutan Cabang KPK di Pomdam Jaya, Red).Ketua KPU Arief Budiman membenarkan hal itu. Menurutnya, penyidik KPK hanya menggeledah ruangan yang dulu ditempati oleh Wahyu saja. Ruangan komisioner lain tidak digeledah. Namun, Arief tidak tahu dokumen apa saja yang diambil KPK. Dia juga tidak bisa memastikan apakah penggeledahan juga dilakukan di rumah dinas Wahyu. “Saya tidak tahu. Apakah di rumah dinas juga digeledah atau tidak. Tanyakan saja pada KPK," kata Arief di Jakarta, Senin (13/1).Sejumlah penyidik KPK mendatangi KPU pasca OTT Wahyu Setiawan. Penyidik datang dengan empat mobil sekitar pukul 12.00 WIB. Mereka masuk ke tempat para pimpinan KPU bertugas sementara. Yakni di Gedung Mess BI Jl Imam Bonjol, tepat di samping kantor KPU RI. Penyidik KPK dikawal empat anggpta Polri bersenjata lengkap.Waktunya PembuktianDirektur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai, KPU harus bisa memanfaatkan momentum Pilkada serentak 2020 untuk mengembalikan kepercayaan publik. "Pilkada serentak 2020 merupakan keuntungan bagi KPU untuk menjadi instrumen yang digunakan guna merebut kembali kepercayaan publik. OTT ini adalah serangan berat buat KPU," kata Titi di Jakarta, kemarin.Menurutnya, untuk mengembalikan kepercayaan publik, seluruh jajaran KPU harus menunjukkan kinerja dan prestasi terbaiknya. Harus ada evaluasi menyeluruh atas sistem integritas yang ada di KPU. Selain itu, memastikan supaya pengawasan internal dalam mencegah pelanggaran dan praktik kecurangan tidak terjadi.Terpisah, Direktur Eksekutif Emrus Corner, Emrus Sihombing beranggapan praktik serupa bisa terjadi jika pemerintah tidak segera menerapkan e-voting dengan menggunakan E-KTP dalam semua aktivitas kepemiluan. Termasuk pada Pilkada 2020.Menurutnya, kualitas demokrasi akan terus tercoreng karena ulah sejumlah oknum. Baik dari KPU maupun para aktor politik yang haus kekuasaan. Padahal, sebagai negara demokrasi, kedaulatan ada di tangan rakyat yang mutlak dijaga. Terutama penyelenggara. Yakni KPU dan peserta pemilu sebagai aktor politik.Dikatakan, perbuatan yang dilakukan oleh Wahyu sebagai kejahatan luar biasa dalam berdemokrasi. Karena ada upaya mentransaksionalkan suara rakyat dengan dana operasional Rp 900 juta. “Rakyat adalah pemilik kedaulatan. Sedangkan, Wahyu Setiawan mendapat dana operasional ratusan juta rupiah. Ini menyedihkan. Saya menyebutnya kejahatan luar biasa. Karena melibatkan penyelenggara dan peserta,” pungkasnya. (khf/fin/rh)

Admin
Penulis