News

Sedot Rp3,41 Triliun, Kanker Renggut 9,6 Juta Jiwa

fin.co.id - 2020-01-17 03:34:39 WIB

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Penyakit kanker merupakan momok menakutkan bagi masyarakat. Bagaimana tidak, kanker menjadi penyebab kematian ketiga terbanyak di Indonesia setelah jantung dan stroke. Bahkan pembiayaan yang dikeluarkan dari Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk penyakit ini, menembus angka Rp3,41 triliun.Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Dirjen P2PTM) dr. Cut Putri Arianie, jumlah angka kematian se-dunia akibat kanker di tahun 2018 berjumlah 9,6 juta. Sementara di Indonesia di tahun yang sama berjumlah 207.210.”Angka kematian kalau direfleksikan dengan pembiayaan kesehatan cukup tinggi. Besar pembiayaan JKN untuk kanker tahun 2018 sebesar Rp3,41 triliun. Selain itu juga 70 persen kasus di Indonesia diketahui setelah stadium lanjut," kata Cut di Jakarta, Kamis (16/1).Ia menuturkan, kanker yang rentan menyerang manusia itu dibagi ke dalam tiga kelompok, yakni wanita, pria, dan anak-anak. Kanker yang dominan terjadi pada wanita adalah kanker payudara dan kanker serviks. Untuk pria, kanker terbanyak adalah paru dan kolorektal. ”Kalau anak-anak, leukimia masih tinggi, secara awam itu menyebutnya kanker darah,” terangnya.Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling umum didiagnosis pada perempuan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Kanker payudara merupakan kejadian dan kematian akibat kanker pada perempuan paling tinggi di Indonesia. Pada 2018, 58.256 perempuan Indonesia didiagnosa kanker payudara. Di tahun yang sama, 22.692 perempuan di Indonesia meninggal karena kanker payudara.Diagnosa kanker payudara juga menjadi beban yang berat bagi masyarakat Indonesia baik secara ekonomi, psikologis atau psikososial, yang menyebabkan terganggunya dinamika keluarga, pengasuhan anak, dan sumber pendapatan ekonomi keluarga.Hal ini terutama bagi para pasien yang menderita kanker payudara jenis HER2-positif yang merupakan jenis kanker yang agresif dan terutama banyak dialami oleh perempuan di usia produktif antara 25-55 tahun.Dokter ahli penyakit dalam Andhika Rachman, bagi pasien kanker payudara HER2-positif stadium lanjut, tujuan pengobatannya adalah untuk mengendalikan penyakitnya sehingga pasien dapat memiliki harapan dan kualitas hidup yang lebih baik.Data Globocan 2018 menunjukkan, kasus baru kanker serviks di Indonesia mencapai 32.469, atau 17,2% dari kanker perempuan di Indonesia. Angka kematian akibat kanker serviks mencapai 18.279 per tahun. Itu berarti ada 50 perempuan Indonesia meninggal dunia setiap hari akibat kanker serviks. Ini meningkat drastis dari data Globocan 2012, yang menyatakan 26 perempuan Indonesia meninggal dunia setiap haxri akibat kanker serviks.Menurut dokter ahli kandungan Andrijono, data terbaru Globocan selaras dengan penelitian di Indonesia, yang menemukan insiden kanker serviks 1 dari 1.000 perempuan.”Sekitar 80% pasien datang dalam stadium lanjut, dan 94% pasien stadium lanjut, meninggal dalam waktu dua tahun. Kalau dirata-rata, sekitar 40-60 perempuan meninggal dalam sehari,” tutur Ketua HOGI Himpunan Ginekologi Onkologi Indonesia (HOGI) itu.Cakupan skrining di Indonesia baru 11%, dengan Pap smear sekitar 7% dan IVA (inspeksi asam asetat) sekitar 4%. Salah satu penyebab rendahnya skrining yakni rasa malas atau enggan untuk melakukan skrining rutin. Skrining merupakan pencegahan sekunder untuk kanker serviks. Ini penting untuk mendeteksi kanker serviks secara dini.Kanker serviks disebabkan oleh infeksi HPV (Human Papilloma Virus) tipe onkogenik, utamanya oleh tipe 16 dan 18. Selain kanker serviks, HPV tipe onkogenik juga bisa menyebabkan berbagai kanker lain, termasuk kanker penis, anus, orofaring, dan lain-lain.”Di Amerika, kanker orofaring akibat rokok menurun, tapi kanekr orofaring akibat HPV meningkat. Bahkan telah ditemukan juga HPV pada kanker payudara, paru, dan kolorektal,” ucap Andri.Gawatnya lagi, telah ditemukan HPV beredar dalam darah. ”Tinggal tunggu saja kapamn kanker muncul. Virus tidak bisa dihilangkan, hanya bisa diusahakan dengan meningkatkan daya tahan tubuh untuk membasmi virusnya,” imbuhnya.Kanker paru-paru memiliki jumlah kasus baru terbanyak di dunia, yaitu sebesar 2,1 juta atau 11,6% dari total beban kejadian kanker di dunia. Tidak jauh berbeda, di Indonesia sendiri kasus kanker paru-paru meningkat pesat, yaitu berada di urutan ke-8 di Asia Tenggara dan urutan ke-23 di Asia sebagai negara dengan angka kejadian kanker yang berada di zona serius, meningkat 10,85% dalam lima tahun terakhir.Berdasarkan data dari Globocan 2018, 19,4% dari pasien kanker paru-paru di Indonesia adalah pria dan merokok adalah penyebab tertingginya, yaitu sebesar 80% dari keseluruhan kasus di 2018.Dokter spesialis paru, Sita Laksmi Andarini dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), mengatakan peningkatan angka kasus paru-paru di Indonesia telah masuk pada tahapan memprihatinkan. Selain itu, lingkungan kerja juga bisa menjadi penyebab lain timbulnya kanker ini, seperti pabrik tambang, semen, dan keramik yang cenderung terpapar radiasi serta bahan kimia karsinogenik, sehingga memiliki potensi jauh lebih tinggi untuk terjangkit kanker paru-paru.”Kami, para praktisi kesehatan, mengajak agar masyarakat Indonesia untuk terus menerapkan prinsip gaya hidup sehat, dengan didukung setidaknya berolahraga 30 menit sehari demi kesehatan paru-paru,” kata Sita.Kanker paru-paru sendiri memiliki dua tipe, yaitu tipe Non-Small Cell Lung Cancer (NSCLC) yang biasanya berasal dari sel-sel kelenjar di bagian luar paru-paru dan tipe Small Cell Lung Cancer (SCLC) yang berasal dari sel-sel yang melapisi bronkus di pusat paru-paru.Di antara kedua tipe tersebut, tipe SCLC hampir seluruhnya disebabkan oleh kebiasaan merokok dan dikenal lebih agresif karena pada stadium lanjut dapat lebih cepat menyebar ke bagian tubuh lainnya. Di Indonesia sendiri, sekitar 52% penderita kanker paru-paru didiagnosis tipe SCLC.Menurut Sita, saat ini pengobatan kanker paru-paru dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode operasi, dengan mengangkat atau mengoperasi jaringan sel kanker yang menyebar di organ vital seperti terapi radiasi.Ditambahkannya dari Globocan 2018, kasus kanker kolorektal di Indonesia saat ini menempati urutan keempat setelah kanker payudara, serviks dan paru. Dengan jumlah kasus baru mencapai 30.017. Sebanyak 30% dari penderita kanker kolorektal adalah pasien di usia produktif, yaitu di usia 40 tahun atau bahkan lebih muda lagi.Sementara itu, Dokter Spesialis Bedah dan Ahli Kanker Saluran Cerna (Digestive) Fajar Firsyada mengatakan kanker kolorektal sebagai salah satu jenis kanker yang paling sering ditemui dan merupakan kanker yang tumbuh pada usus besar (kolon) atau rektum.Sebagian besar masyarakat masih menganggap bahwa kanker kolorektal erat kaitannya dengan kanker keturunan atau kanker yang terjadi pada usia lanjut, padahal kanker yang tumbuh pada usus besar atau rektum ini juga sangat dipengaruhi oleh gaya hidup. Faktanya, 30% dari penderita kanker kolorektal adalah pasien di usia produktif, yaitu di usia 40 tahun atau bahkan lebih muda lagi. "Olehnya itu, dengan hidup sehat, skrining dan deteksi dini, penyakit ini dapat dicegah dan diobati tepat waktu," katanya.Lebih lanjut Fajar mengatakan, seiring berkembangnya penemuan dalam penanganan kanker kolorektal seperti pemberian terapi target, dapat meningkatkan harapan hidup pasien kanker kolorektal menjadi lebih panjang. Untuk kanker usus besar stadium satu, terapi bersifat kuratif atau sembuh. Sedangkan, untuk kanker usus besar stadium dua, tiga, dan empat, memerlukan pengobatan adjuvant yaitu berupa kemoterapi, kemoterapi dan terapi target, atau kemoterapi dan radiasi pada kanker kolorektal.”Terapi target juga memberikan manfaat besar pada pasien kanker yang awalnya tidak bisa dioperasi menjadi bisa dioperasi sehingga memberi kemungkinan untuk bisa ditangani dengan lebih baik," jelas Fajar.Kanker anak telah menjadi masalah kesehatan global yang terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan Pedoman Penemuan Dini Kanker pada Anak, Kemenkes setiap tahunnya lebih dari 175.000 anak di dunia di diagnosis kanker, dan diperkirakan 90.000 diantaranya meninggal dunia.Jumlah kanker anak sekitar 3%-5% dari keseluruhan penyakit kanker, namun menjadi penyebab kematian kedua terbesar pada anak di rentang usia 5-14 tahun. Angka kematian akibat kanker anak mencapai 50-60 persen karena umumnya penderita datang terlambat atau sudah dalam stadium lanjut akibat gejala kanker yang sulit terdeteksi.Gejala dini kanker pada anak umumnya kurang diperhatikan karena sukar untuk dideteksi. Kematian pada penderita kanker anak pun kerap terjadi karena pasien datang terlambat atau sudah dalam stadium lanjut.Lebih lanjut Cut menjelaskan terdapat beberapa faktor risiko kanker yakni usia, jenis kelamin atau keturunan, dan ras atau etnik di beberapa negara. ”Namun bisa dicegah dengan mengubah perilaku menjadi lebih sehat seperti berhenti merokok, olahraga rutin, dan perbanyak makan buah dan sayur,” imbuhnya. (dim/fin/ful)

Admin
Penulis