Usut Klaster Politisi di Kasus Joko Tjandra

Usut Klaster Politisi di Kasus Joko Tjandra

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri, dan Kejaksaan, harus mengungkap tuntas keterlibatan eks politikus Partai Nasdem Andi Irfan Jaya dalam kasus Joko Tjandra. Posisi Andi Irfan sebagai politisi baru di Jakarta, disangsikan untuk bisa berhubungan langsung dengan Joko Tjandra. Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman mengatakan, penyidik Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus pada Kejaksaan Agung perlu menelusuri keterlibatan oknum Anggota Komisi III DPR. “Sepanjang ada buktinya, penyidik harus menelusuri adanya dugaan itu,” kata Boyamin, di Jakarta, Selasa (15/9). Apa yang diungkap mantan Sekretaris Jenderal Partai NasDem, Patrice Rio Capella soal dugaan adanya keterlibatan anggota Komisi III DPR ini, sudah semestinya diselisik, untuk menegaskan berlakunya asas persamaan di muka hukum,. Setidaknya, Boyamin menyarankan penyidik untuk memeriksa oknum anggota dewan tersebut sebagai saksi. Hal ini untuk membuat terang kasus yang menyeret nama Jaksa Pinangki Sirna Malasari tersebut. “Benar, setidaknya diperiksa sebagai saksi,” ujar Boyamin singkat. Di kesempatan berbeda, Patrice Rio Capelle menyerukan, Andi Irfan Jaya bukan pemain tunggal. Dia meyakini ada orang berpengaruh dibaliknya. Secara logika, kata Rio, Andi Irfan bukan siapa siapa, atau nobody dalam kaitan dengan Joko Tjandra. “Ini kan ada tiga klaster, polisi, jaksa, dan politisi, saya yakin ini otaknya adalah klaster politisi, jadi KPK harus usut ini klaster politik, yang belum terbongkar adalah siapa atasannya Andi Irfan Jaya,” ujarnya. Persamaan Di Muka Hukum Rio menegaskan, semua pertalian Andi Irfan dengan pihak dibelakangnya harus diungkap. Dia menukas, semua fakta belum terbuka, karena Andi Irfan belum diperiksa tersebab yang bersangkutan diduga terpapar covid. Ia menduga pihak politisi kuat di belakang Andi Irfan yang mencari dan menghubungi para pihak. Nominal yang terungkap dari kasus ini, yakni US$100 Juta atau Rp 1,5 triliun, bukan level permainan Andi Irfan. “Andi Irfan Jaya itu dulu adalah peneliti, atau surveyor di Makasar lalu kenal dengan politisi Nasdem, ditarik jadi Wakil Ketua di Sulsel. Jadi atasan Andi Irfan ini lah yang menjual pengaruhnya ke Djoko Tjandra,” tuturnya. Sebaliknya, anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil mengatakan kasus Joko Tjandra memperlihatkan sekaligus membuktikan jika aparat penegak hukum telah mengerjai hukum yang ada di Indonesia. "Memprihatinkan sekali, akhirnya spekukasi publik selama ini bahwa aparat penegak hukum mengerjai hukum, ya terjadi," ungkap Nasir kepada wartawan, Selasa (15/9/2020). Ia mengatakan, yang lebih memprihatinkan lagi, kasus ini melibatkan oknum penegak hukum mulai dari atas sampai bawah. Keterlibatan banyak pihak ini diibaratkannya semacam kecurangan di pemilu, yakni terstruktur, sistematis dan masif (TSM). Nasir menilai penegakan hukum harus tanpa kecuali, termasuk jika ada oknum DPR yang terlibat. “Ya DPR itu kan bagian dari lingkaran kekuasaan. Sekelas Joko Tjandra pasti bersandar pada kekuasaan di negeri ini. Jadi, tidak mau main setengah-setengah. Presiden harus ingat lagu iwan fals. Bongkar. Ya harus dibongkar. Pak Idham Aziz juga suka lagu bongkar,” tuturnya. Soal kemungkinan adanya kolega di komisinya yang terlibat , dia menyerukan agar diusut saja. Jika ditemukan bukti, maka parpol yang bersangkutan segera menindak anggotanya. “Jadi kalau ada oknum di DPR yang bermain dikembalikan ke partai politik masing-masing. Kalau kita berpatokan pada equality before the law (semua sama di depan hukum) tidak ada hambatan sebenarnya. Namun, tetap kedepankan praduga tak bersalah,” tegasnya. (Khf/Fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: