Bocah Asal Bahrain Minta Lewis Hamilton Bebaskan Ayahnya dari Hukuman Mati

Bocah Asal Bahrain Minta Lewis Hamilton Bebaskan Ayahnya dari Hukuman Mati

JAKARTA - Seorang bocah Bahrain meminta pebalap Tim Mercedes F1 Lewis Hamilton menyelamatkan ayahnya dari vonis hukuman mati. Dalam konferensi pers pada Sabtu (12/12) jelang GP Abu Dhabi, Hamilton mengaku telah menerima surat tersebut. “Saya pikir hal yang paling menyedihkan bagi saya adalah ada seorang pemuda yang menunggu hukuman mati dan itu tidak jelas, dan ketika putranya menulis surat tersebut kepada saya, hal itu benar-benar menyakitkan,” kata Hamilton dikutip dari AFP, Minggu (13/12). Hamilton mengaku bakal menindaklanjuti surat yang dikirimkan bocah tersebut. “Saya rasa masih ada pekerjaan yang harus dilakukan dan saya tentu tak akan membiarkan hal ini,” ungkapnya. Hamilton berharap bisa berdialog dengan Putra Mahkota Pangeran Salman bin Hamad al-Khalifa untuk membicarakan masalah tersebut. Namun, pertemuan itu tak memungkinkan sehubungan dengan infeksi virus corona yang dialaminya. “Saya berharap demikian, duduk dan membicarakan masalah tersebut dengan putra mahkota, tetapi saya terbaring sepanjang hari di tempat tidur,” ucap Hamilton. Dalam suratnya, Ahmed Ramadhan yang berusia 11 tahun menggambar mobil balap Hamilton dengan tulisan “Lewis, tolong selamatkan ayah saya.” “Saat saya menggambar mobil, saya berharap ini bisa menyelamatkan nyawa ayah saya,” demikian bunyi surat tersebut. Bahrain belakangan ini menjadi salah satu negara yang mendapat sorotan tajam dari para aktivis HAM termasuk Amnesty Internasional. Negara di semenanjung Arab itu dianggap telah melakukan pelanggaran HAM terhadap warganya. Pada Juli 2020 lalu, Pengadilan Tinggi Bahrain mevonis Mohammed Ramadhan dan Husain Moosa hukuman mati atas pengeboman yang membunuh seorang petugas kepolisian. Hukuman tersebut diduga ditetapkan berdasarkan pada pengakuan palsu kedua terdakwa yang mengalami penyiksaan. Insiden pengeboman itu meledak di tengah serangkaian serangan polisi dan kekerasan lainnya yang terjadi sejak protes massal pada 2011 menuntut pemerintahan monarki konstitusional di Bahrain. Kedua terdakwa adalah anggota kelompok Syiah Bahrain, untuk pertama kalinya pada 2014, dijatuhi hukuman oleh pemerintah kerajaan yang berlatar belakang kelompok Muslim Sunni. Amnesty Internasional mengutuk putusan tersebut dan menggambarkan persidangan berjalan sangat tidak adil. Sementara Pemerintah Bahrain menolak tuduhan adanya pelanggaran HAM di negaranya dan menyangkal telah memberlakukan tindakan diskriminatif terhadap warganya dari kelompok Syiah. (riz/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: