Ekonomi

Dinilai Bakal Berdampak Buruk Bagi IHT, Aturan Tembakau Diminta Agar Dipisah dari RPP Kesehatan

fin.co.id - 2024-05-24 10:38:52 WIB

Petani tembakau. FOTO ANTARA/Ahmad Subaidi

FIN.CO.ID-  Berbagai pemangku kepentingan di industri tembakau, yaitu Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), serta Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan, Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI), sepakat meminta pemerintah untuk memisahkan regulasi produk tembakau dari Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan, sebagai aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Ketua Umum GAPPRI, Henry Najoan, mengatakan saat ini Industri Hasil Tembakau (IHT) legal terus mengalami keterpurukan akibat berbagai berbagai dorongan regulasi yang eksesif sehingga pihaknya meminta agar aturan tembakau dipisah dari RPP Kesehatan.

Tantangan ini juga dapat dilihat melalui realisasi penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) di tahun 2023 yang tidak memenuhi target, yakni hanya mencapai Rp213,48 triliun atau 91,78% dari target APBN.

BACA JUGA:

Henry melanjutkan bahwa pihaknya pesimis target CHT di tahun 2024, yang sebesar Rp230,4 triliun atau naik 5,08% dibandingkan target tahun sebelumnya, bisa terpenuhi. Hingga April 2024, penerimaan CHT tercatat masih minus sebesar 7,3% dibandingkan periode yang sama secara tahunan (year on year). 

“Jika RPP tetap diputus dengan draf yang beredar saat ini, maka akan berpengaruh buruk bagi iklim usaha IHT. Banyaknya larangan terhadap IHT, seperti bahan tambahan atau pembatasan TAR dan nikotin, akan membuat anggota GAPPRI gulung tikar,” ungkap Henry.

Ia menambahkan saat ini sudah banyak berbagai aturan pembatasan dan larangan bagi IHT, di mana setidaknya ada 446 regulasi yang mengatur IHT dengan rincian 400 regulasi berbentuk kontrol atau pengendalian (89,68%), 41 regulasi yang mengatur soal CHT (9,19%), dan hanya 5 regulasi yang mengatur isu ekonomi atau kesejahteraan (1,12%).

BACA JUGA:

“Dengan tambahan RPP (Kesehatan), tentu akan membuat IHT gulung tikar. IHT akan semakin berat jika harus memenuhi ketentuan dari RPP (Kesehatan), seperti perubahan kemasan, bahan baku, yang cost-nya sangat besar, pengaturannya juga semakin ketat,” tambahnya. 

Selain itu, GAPPRI juga mengharapkan segmentasi bagi aturan penjualan rokok konvensional dan rokok elektrik untuk diperinci lebih jauh. Hal ini dikarenakan kedua jenis rokok tersebut memiliki ekosistem yang berbeda, serta rokok konvensional mayoritas menggunakan bahan baku dalam negeri (TKDN). 

“(Aturan tembakau) RPP Kesehatan agar tidak terburu-buru disahkan. Kami berharap pemerintah mengajak semua pihak yang terlibat dalam penyusunan RPP (Kesehatan), sehingga menghasilkan RPP yang matang dan menjadi kesepakatan semua pihak. Sebagai perbandingan, PP 109/2012, butuh tiga tahun untuk mendapatkan draf yang sebagaimana berlaku sekarang,” terang Henry.

Senada, Ketua Umum APRINDO, Roy Nicholas Mandey, menyatakan pihaknya mengapresiasi adanya UU yang mengatur soal konsumsi tembakau dari sisi kesehatan. Namun yang menjadi catatan, perlu adanya pembahasan intens terkait larangan dan pembatasan penjualan bagi produk turunan tembakau karena menyangkut kesejahteraan ekonomi serta tenaga kerja yang berkecimpung di IHT. 

Salah satu pasal yang menurutnya bisa menimbulkan delik dalam hal pelaksanaan, yakni adanya larangan penjualan dalam radius 200 meter di fasilitas pendidikan. Ia menilai aturan tersebut merupakan pasal karet yang bisa menimbulkan salah tafsir. 

“Gampang sekali (aturan ini) dipelintir di lapangan. Akhirnya praktik di lapangan akan terjadi tahu sama tahu atau kompromi. Ini kan yang kita tidak inginkan. Nanti cost ekonomi kita jadi besar karena ada pasal karet yang dalam pelaksanaannya dimanfaatkan oknum,” khawatirnya.

Roy melanjutkan seharusnya pemerintah lebih menggencarkan sosialisasi untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait konsumsi tembakau, dan bukan hanya meningkatkan intensitas pembatasan serta pelarangan yang berpotensi mengganggu laju ekonomi dalam negeri.

Admin
Penulis