Pagar Teras

Pagar Teras

Anda sudah tahu: begitu Nabi Muhammad wafat, ada pertemuan penting di teras rumah milik tokoh asli Madinah: Sa'ad bin Ubadah. 

Teras ini dulunya jadi tempat berkumpul tokoh-tokoh dari suku tuan rumah. Tapi sejak Nabi Muhammad pindah ke Madinah (dari Makkah) tempat berkumpul itu pindah ke rumah Nabi.

Begitu ada kabar Nabi wafat, tokoh-tokoh asli Madinah kumpul kembali di teras rumah Sa'ad. Mereka membicarakan siapa yang harus menggantikan Nabi sebagai pemimpin masyarakat.

Sa'ad sendiri, sebagai tuan rumah, lagi sakit. Agak berat. Padahal suaranya sangat ditunggu. Maka Sa'ad mewakilkan ke anaknya untuk berbicara. Intinya: pemimpin baru harus dari suku Madinah asli.

Selama Nabi tinggal di Madinah memang banyak tokoh dari Makkah yang ikut tinggal di Madinah. Suku mereka berbeda. Tokoh seperti Sa'ad khawatir pemimpin baru nanti dari kaum pendatang. Padahal yang paling berjasa atas Islam adalah orang Madinah.

Mereka tahu: saat Nabi menyebarkan Islam di kampungnya, penentangan luar biasa. Sampai Nabi mau dibunuh. Begitu Nabi hijrah ke Madinah masyarakat Madinah menyambut dengan sukacita: sampai berebut agar Nabi mau tinggal di rumah mereka.

Islam pun berkembang dari Madinah. Dari rumah Nabi yang kini jadi Masjid Nabawi itu.

Tentu tokoh-tokoh pendatang mendengar: ada rapat besar di teras rumah Sa'ad. Mereka pun ke sana. Perkumpulan di teras itu membesar. Campur. 

Para tokoh mengemukakan pendapat tentang bagaimana setelah Nabi wafat. Termasuk tokoh pendatang seperti Abu Bakar dan Umar. Mereka saling adu pendapat. Yang sudah bicara pun bicara lagi. Terus bergantian. Saling merekomendasikan nama yang pantas menggantikan Nabi Muhammad. Baik yang dari pendatang maupun tokoh asli Madinah.

Ada satu tokoh penting yang tidak hadir: Ali bin Abi Thalib. Suami Fatimah, berarti menantu Nabi Muhammad.

Saat itu Ali pilih berada di rumah Nabi. Mengurus kematian mertuanya itu. 

Jarak antara rumah Nabi dengan teras itu kira-kira 500 meter. Tentu, waktu itu, dipisahkan oleh banyak rumah, rumah kampung model Arab.

Di perhelatan di teras itu banyak yang menyebut nama Umar pantas jadi pemimpin baru. Tentu banyak juga yang tidak setuju. Akhirnya, setelah bertele-tele, Umar berdiri. Ia menggapai Abu Bakar. Ia menyatakan bai'at pada Abu Bakar. Ia angkat Abu Bakar sebagai pemimpin barunya. 

Melihat apa yang dilakukan Umar yang lain pun ikut bai'at. Jadilah Abu Bakar, tergolong paling tua saat itu, khalifah pertama.

Tentu ada yang khawatir: bagaimana kalau Ali tidak mau mengakui Abu Bakar sebagai pemimpin baru. Bukankah banyak yang berpendapat Ali-lah yang sebenarnya lebih berhak jadi pemimpin baru. Nabi sendiri mengakui kehebatan Ali –dan orang tahu itu.

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Ari Nur Cahyo

Tentang Penulis

Sumber: