Doktor Fengsui

Doktor Fengsui

--

Secara kebetulan, saat ke toko buku, terlihat buku mencolok tentang fengsui Ia beli. Penulisnya orang kulit putih. Isi buku itu tulisan semua. Tidak ada gambarnya. Ia tidak tertarik membacanya.

Lalu Sidhi ketemu lagi buku fengsui yang dilengkapi gambar. Ia baca buku itu. Ia pelajari gambarnya. Lalu ia lihat rumah rukonya sendiri: salah semua. Maka ia bongkar bagian dalam kantornya yang di lantai 1 dan 2. Juga rumah tinggalnya yang di lantai 3 dan 4. Ia ubah posisi ruang kerjanya. Ia ubah posisi meja kerjanya. Ia ubah letak tempat tidurnya. Ia ubah arah tempat tidur itu. Di Batam.

Itu tahun 1997.

Krismon sudah mulai terjangkit. Ekonomi sudah mulai lesu.

Tahun 1998, di puncak krismon, ia mendapat pekerjaan besar. Dari Batamindo, kawasan industri terbesar di Batam. Dapat lagi dari McDermott, di Batu Ampar, juga di Batam. McDermott adalah industri besar pembuatan rig pengeboran minyak lepas pantai.

"Usaha teman-teman saya sulit semua. Krisis moneter memuncak. Saya dapat dua pekerjaan besar", ujar Sidhi.

Perusahaan-perusahaan itu, rupanya membaca arah politik yang sedang berubah. Keduanya  membangun proyek di Batam hanya berdasar surat persetujuan dari BJ Habibie sebagai ketua Otorita Batam. Kalau pemerintahan berubah, yang seperti itu tidak cukup lagi. Bisa rawan. Maka Sidhi diminta mengurus seluruh perizinan yang selengkap-lengkapnya. Termasuk izin bangunan. Ia harus banyak menggambar.

Sejak itu Sidhi ingin serius mendalami fengsui. Lalu ia cari-cari di mana bisa sekolah fengsui. Ketemulah nama Yap Cheng Hai. Di Kuala Lumpur. Gelarnya: Grand Master Fengsui. Taripnya: 2.500 dolar Amerika untuk satu kursus lima hari.

Sidhi merasa itu terlalu mahal. Ia pun kirim email. Ia mempertanyakan mengapa begitu mahal. Dijawab: berlian itu, kalau ada yang murah itu berlian palsu. Biar pun berlian asli kalau membelinya di kaki lima pinggir jalan memakainya pun dengan hati was-was: apakah benar itu asli.

Sidhi pun mencari berlian asli yang dijual di butik. Ia mendaftar. Tempat kursusnya ternyata di sebuah kapal pesiar. Berarti Sidhi harus membayar pula tiket untuk kapal pesiar itu. Selama lima hari pelayaran. Dari Singapura ke Phuket, balik lagi.

Kelas fengsui di kapal itu ternyata diikuti 32 orang. Mayoritas orang kulit putih. Dari Jerman, Belanda, Inggris, Amerika, Kanada, sampai Finlandia. Yang Asia hanya 10 orang.

Tiap pagi pelajaran pertamanya dilaksanakan di geladak kapal. Mata pelajaran pertama: taichi. Grand Master Yap mengajari mereka taichi. Ini bukan soal olah raga dan pernapasan saja, tapi agar ''siswa'' bisa menghayati apa itu "chi' --semacam tenaga dalam.

Setelah satu jam taichi siswa kembali ke kamar masing-masing. Mandi, makan dan siap-siap mengikuti mata pelajaran berikutnya. Mereka bisa konsentrasi hanya ke pelajaran. Toh tidak bisa ke mana-mana.

Pelajaran fengsui itu diberikan sampai pukul 17.00. Malamnya  istirahat. Tapi kenyataannya setelah makan malam pun mereka mendalami pelajaran sampai larut malam. "Pernah sampai pukul 2 pagi," ujar Sidhi.

Sidhi sering berbincang dengan siswa dari negara lain. Teman satu kamarnya sendiri, di kapal pesiar itu, orang dari Turki. Menurut Sidhi, banyak temannya yang sudah kursus fengsui berkali-kali. Beda guru. "Ada yang sudah 7 dan 8 kali," ujar Sidhi.

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Afdal Namakule

Tentang Penulis

Sumber:

Berita Terkait

Inisial B

1 minggu

Masa Depan

1 minggu