Aceh 1000K

Aceh 1000K

Dahlan Iskan saat berkunjung ke Ata Kopi, Aceh.-disway.id-

Oleh Dahlan Iskan

ANDA SUDAH TAHU gelar lama Aceh, tapi saya baru tahu gelar terkininya: Kota 1000K. Seribu (Kedai) Kopi.

Saya pun mengadakan riset sederhana. Respondennya para profesor, doktor, ustaz, dokter PPDS penyakit dalam, mahasiswa, dan mahasiswi. Merekalah yang mengajak saya ke 'seribu' kedai kopi di Banda Aceh: Jumat-Sabtu lalu. Siang dan malam. Subuh dan senja.

Saya tanya mereka: gelar mana yang kini lebih populer. Serambi Makkah atau Seribu Kedai Kopi. Hanya satu yang menjawab Serambi Makkah. Yakni seorang ustaz lulusan Gontor. Setengah baya. Sang ustaz kini mengasuh beberapa pondok alumnus di sana. Pondok Alumni adalah sebutan untuk pesantren yang didirikan alumnus Gontor, Ponorogo. Istrinya cantik dengan i lima –dokter spesialis pula.

Pun saya harus ke kafe. Ketika hari itu saya harus IG-live dengan Rumah Sakit Mata Undaan Surabaya. Hari itu adalah Hari Donor Kornea se Dunia. Begitu banyak orang buta yang harus ditolong. Begitu langka kornea yang bisa didapat.

BACA JUGA:Aceh Only

Dokter ahli pun menjadi kurang ahli: kurang sering mempraktikkan ilmunya. Lalu kita mencela dokter kita yang kalah dari luar negeri. Padahal kitalah yang membuat para dokter itu kurang ahli.

Kita punya doktrin agama yang kurang pro transplantasi: tidak boleh menyakiti mayat. Entah bagaimana riwayatnya mayat yang sudah tidak bisa merasa apa-apa dianggap masih disakiti saat diambil organnya.

Masih pula ada anggapan umum ini: mayat yang mendonorkan mata akan rusak wajahnya. Bola matanya dicungkil. Bolong. Jelek. Mengerikan. 

Tentu anggapan itu tidak benar. Yang akan didonorkan hanyalah lapisan sangat tipis di luar bola itu. Tidak akan mengubah tampakan wajah mayat sedikipun. Saya harus bicara itu di IG live.

BACA JUGA:Aceh U-Hansa

Saya pun dibawa ke satu kafe. Penuh. Bising. Tidak bisa IG-live di situ. Pindah ke kafe lain. Sama. Begitu banyak kafe. Penuh semua.

Saya ingat teman saya: juga punya kafe. Namanya Rumah Aceh. Saya minta pindah ke sana. Sepanjang perjalanan mata saya jelalatan: kafe di kanan, kafe di kiri, kafe di mana-mana.

Kafe Rumah Aceh itu milik Mirza, wartawan independen merangkap dosen hukum. Kalau pun di lantai bawah nanti penuh, bisa di lantai atas. Pun kalau atas penuh bisa di teras belakang.

Akhirnya saya diberi ruang khusus: kantor media online-nya di bangunan sebelah. Kapling ini memang luas: 2000 m2. Bagian depannya bangunan rumah asli Aceh: rumah kuno yang dipindah ke situ. Rumah di pedalaman diboyong ke kota. Rumah kayu. Dua lantai. Khas Aceh.

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Tiyo Bayu Nugro

Tentang Penulis

Sumber:

Berita Terkait

Jaga Hati

4 hari

Emas Bodoh

1 minggu

Nilai Wong

1 minggu

Nilai Nol

1 minggu

Perang Bukan

1 minggu

Fokus Tiga

2 minggu