Barang Titipan

Barang Titipan

Dahlan Iskan--

Satu jam berlalu. Mesin bus tetap menyala. Terdengar suaranya. Sopirnya tiada. Dua jam berlalu. Tiga jam. Mesin tetap menyala.

Saya pun mulai mengail di padang pasir. Setiap ada mobil datang, untuk membeli makanan, saya lemparkan umpan: boleh ikut?

“Ke mana?" tanya seorang bule. Namanya Kenny. Asal Glasgow selatan Skotlandia. Namanya mengingatkan saya pada bintang sepak bola dari sana: Kenny Dalglish. 

"Ke mana saja. Yang penting keluar dari sini".

Ia pun pergi. Tapi memberi nomor HP. "Kalau ada kesulitan hubungi saya," katanya sambil berlalu. Ia buru-buru. Terikat jam kerja di proyek kota baru ini. 

Ada lagi yang lain datang. Tidak sempat menjawab.

Yang lain lagi menggelengkan kepala.

Sampai orang ke-15. Target orang ke-15 meleset. 

Saya harus bersabar. Pasti akan datang orang baik. Saya sudah menenangkan pikiran untuk siap yang terjelek: bagaimana harus bermalam di padang pasir ini. Toh ada toilet. Ada musala. Ada roti selebar payung kecil di tas kresek. Ada air. 

Mungkin hanya dingin. Angin kencang. Saya tidak boleh takut sebagaimana ancaman hujan dan badai di Cikeusik.

Sabar. Kuncinya sabar.

Setelah lima jam bersabar, datanglah juru selamat yang sesungguhnya. Anak muda. Berwajah Pakistan. Ia membuka laptop dan menyeruput air putih dari botol plastik.

Namanya Zahid Raja. Kerja di proyek Neom. Ia menginterogasi saya: bagaimana bisa tiba di kota yang sedang diaduk-aduk tanahnya ini. Ia sendiri belum banyak tahu Neom. Baru satu bulan di situ.

Ternyata saya pernah ke kampungnya di Punjab. Itu membuat pembicaraan lebih akrab.

Datang pula seorang muda berwajah Tionghoa. Saya sapa dengan bahasa Mandarin. Ternyata ia dari Hangzhou. Saya sapa lagi pendatang baru. Bule. Dari Jerman.

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Afdal Namakule

Tentang Penulis

Sumber:

Berita Terkait

Jaga Hati

4 hari

Emas Bodoh

1 minggu

Nilai Wong

1 minggu

Nilai Nol

1 minggu

Perang Bukan

1 minggu

Fokus Tiga

2 minggu