FIN.CO.ID- Komisi Pemberantasan Korupsi menjelaskan kerugian negara akibat dugaan korupsi pengadaan lahan perkebunan tebu di PT Perkebunan Nusantara (PT PN) XI mencapai senilai Rp 30,2 miliar.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengumumkan nama-nama yang ditetapkan sebagai tersangka yaitu Direktur PTPN IX 2016 Mochamad Cholidi, Kepala Divisi Umum, Hukum dan Aset PTPN IX Tahun 2016 Mochamad Khoiri, dan Komisaris Utama PT kejaya Mas Muhcsin Karli.
Dalam hal ini, Alexander menjelaskan, pihaknya menduga ada uang Rp 1 miliar dibagikan MHK ke berbagai pihak yang ada di PTPN XI karena mendukung kelancaran proses transaksi.
BACA JUGA:
- Kejagung Garap 7 Saksi Soal Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah, Ini Daftarnya
- Pejabat Pelindo dan Bea Cukai Diperiksa Kejagung Soal Korupsi Impor Gula PT SMIP
"KPK menduga perbuatan ketiga tersangka menyebabkan kerugian negara Rp 30,2 miliar," jelasnya.
Adapun, kasus ini berawal dari penawaran lahan yang diajukan Muhcsin Karli ke Mochamad Cholidi pada tahun 2016.
Ketika itu, Muhcsin Karli menawarkan lahan perusahaannya seluas 79,5 hektare di Kejayan, Pasuruan, dengan harga Rp 125 ribu per meter persegi.
Dalam hal ini, kata Alexander, Mochamad Cholidi setuju dan memerintahkan Mochamad Khoiri untuk menyusun SK tim pembelian tanah yang bakal dijadikan kebun tebu tersebut.
"Dalam waktu singkat dan tanpa kajian mendalam kaitan kelayakan kondisi lahan, MC langsung memerintahkan MK untuk segera memproses dan menyiapkan pengajuan anggaran senilai Rp 150 miliar," ujar Alexander.
BACA JUGA:
- Kejagung Periksa 2 Akuntan Publik Soal Korupsi Butik Emas Logam Mulia Surabaya 01 Antam
- Kejagung Periksa 4 Orang Saksi Kasus Korupsi Perkara Emas Surabaya
Dia mengtakan ketiga tersangka menyepakati harga Rp 120 ribu per meter untuk pembelian tanah.
Padahal, kata KPK, kepala desa setempat menyebut nilai lahan hanya seharga Rp 35.000 sampai Rp 50.000 per meter persegi.
Mochamad Cholidi dan Mochamad Khoiri membuat dokumen fiktif berupa laporan akhir kajian kelayakan lahan calon likasi budidaya tebu PG Kedawoeng untuk keperluan pencairan uang muka.
Atas perbuatannya, para tersangka dinilai telah melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Ayu Novita)