Otomotif

Part 3 Tamat: Solo Touring Jakarta-Bromo Pakai Honda GL Pro 1996 Neo Tech Engine

fin.co.id - 24/06/2023, 16:03 WIB

Honda GL Pro Neo Tech Engine tahun 1996 160 cc saat berada di padang pasir Gunung Bromo.

Tapi setelah 30 menit lebih berkendara, ternyata kami yakin jika kami 'disesatkan' Google Maps. Bagaimana tidak, kendaraan yang melintas sangat-sangat jarang. Bahkan jika kami bertemu mobil, mereka biasanya rombongan atau iring-iringan. Dan jika dilihat dari nomor polisi, mereka masih warga lokal. 

Satu jam kami tempuh, jalan masih berkelok-kelok, naik turun gunung. Saya pun menanyakan ke Kamplenk. "Di depan masih ada gunung enggak?" tanya saya. Kamplenk mengeluarkan handphone dari tas kecilnya. "Full gunung ternyata," ucapnya dengan nada lirih. 

Tak ada pilihan bagi kami. Sudah terlalu jauh rasanya jika memutar balik dan sangat membuang waktu dan tenaga. "Gas aja yak!" ucap saya. Kamplenk tak menjawab. 

Jengkal demi jengkal aspal kami lalui. Kadang mulus kadang rusak. Jalan masih berliku dan naik turun. 

Sejenak saya berpikir, ini bagaimana kalau sebelumnya kami tidak isi bensin ya. Karena sepanjang perjalanan yang kami lalui, jangankan pom bensin. Rumah penduduk pun sangat jarang. 

Bahkan, bisa setengah jam perjalanan kami sama sekali tidak bertemu dengan kendaraan. Jalanannya pun sangat-sangat gelap. Untungnya performa Honda GL Pro tetap prima. Tanjakan terjal ditambah tikungan bisa dilibas dengan mudah. 

Badan rasanya sangat letih, karena motor harus terus bermanuver ditambah jalan yang gelap. 

"Duk!" Helm saya berbenturan dengan helm milik Kamplenk. Saya lihat sekilas dari spion, ternyata Kamplenk tertidur. Ingin rasanya saya menepikan motor dan beristirahat sejenak. Tapi melihat di sekeliling, rasanya 'agak ngeri' karena tempat yang gelap ditambah sangat sepi. 

Sudah dua jam lebih motor kami pacu, tapi jalur tidak ada tanda-tanda landai. Kalau pun ada, mungkin hanya satu sampai dua kilometer. Sisanya, gunung lagi. Sejujurnya saya tidak tahu, sampai di kota atau kabupaten mana setelah berjam-jam berkendara. Sampai pada akhirnya.

"Pacitan Bumi Kelahiran SBY" 

Ternyata kami 'baru' sampai Pacitan. Padahal kami tidak berhenti hampir tiga jam. Masuk Pacitan, kondisi jalan masih sama. Naik gunung turun gunung, belak-balok. Gitu aja terus. 

Meskipun sangat gelap, tapi saya sadar kalau ternyata di sisi kiri jalan adalah sungai yang mengalir. Bahkan, bisa dibilang jalan yang kami lalui ini selalu mengikuti aliran sungai tersebut.

Mungkin kalau siang hari, pemandangan sangat indah. Hijaunya pohon ditambah udara sejuk dan melihat sungai mengalir. 

Tapi ini dinihari. Jadi kesannya angker, karena gelap dan tidak ada kendaraan yang melintas. 

Sampai pada akhirnya, kami tiba di pertigaan agak besar. Alhamdulillah, saya menepikan motor GL Pro. Ramai? Sama sekali tidak. Hanya saja penerangan di tempat tersebut membuat kami yakin untuk beristirahat. Ada satu minimarket buka. Tapi bukan Alfamart atau Indomaret. 

Admin
Penulis
-->