News

Perbaikan Tata Kelola Sampah di Pelabuhan Solusi untuk Kurangi Kebocoran Sampah Plastik ke Laut

fin.co.id - 27/10/2022, 12:04 WIB

Ilustrasi sampah.

“Sampah di dalam perut ikan paus tersebut terdiri atas sampah gelas plastik 750 gram (115 buah), plastik keras 140 gram (19 buah), botol plastik 150 gram (4 buah), kantong plastik 260 gram (25 buah), serpihan kayu 740 gram (6 potong), sandal jepit 270 gram (2 buah), karung nilon 200 gram (1 potong), tali rafia 3.260 gram (lebih dari 1000 potong)."

"Oleh karena itu, diperlukan beberapa tindakan untuk menangani sampah laut, terutama untuk mengurangi polusi plastik di lautan,” kata Nyoman.

Dalam menanggulangi sampah plastik, dikatakan Nyoman, Indonesia memiliki komitmen kuat mengurangi kebocoran sampah plastik ke laut hingga 70 persen pada 2025.

Dalam Perpres No. 85/2018, bahkan kebocoran tersebut ditargetkan untuk bisa mendekati nol pada 2040 melalui Rencana Aksi Nasional Sampah Laut 2018-2025.

Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Moh. Abdi Suhufan pernah mengatakan bahwa pengelolaan sampah laut dan pesisir merupakan persoalan global yang banyak disorot belakangan ini. 

Tak terkecuali di Indonesia, salah satu negara yang disebut memiliki pengelolaan sampah paling buruk dan berkontribusi besar terhadap pencemaran laut.

DFW Indonesia merupakan lembaga nasional berbentuk aliansi dan konsorsium terbuka yang menghimpun institusi, maupun individu yang peduli terhadap praktek destructive fishing (DF) atau kegiatan penangkapan ikan tidak ramah lingkungan (PITRaL), alias merusak. 

Lembaga ini juga aktif mengampanyekan pengentasan kemiskinan di daerah pesisir dan edukasi terkait adaptasi perubahan iklim dan bencana alam di Indonesia. 

DFW Indonesia, bersama proyek 'Rethinking Plastics - Circular Economy Solutions to Marine Litter', yang dilaksanakan oleh GIZ, melaksanakan beberapa kegiatan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tegalsari, Kota Tegal, Jawa Tengah dalam setahun terakhir. 

DFW, bersama GIZ, menyediakan data dan informasi mengenai pengelolaan sampah, khususnya plastik di kawasan pelabuhan perikanan dan sekitarnya; kedua, mereka mengoptimalisasi sistem pengelolaan sampah melalui penguatan kapasitas instansi dan kerja sama para pihak dan ketiga, meningkatkan kesadaran dan kapasitas masyarakat tentang sampah plastik di laut serta pengelolaannya untuk memberikan nilai tambah ekonomi. 

Menurut DFW, persoalan sampah laut tak bisa lepas dari kegiatan penangkapan ikan yang berpusat di pelabuhan. Oleh karenanya, pengurangan sampah di laut dimulai dari perbaikan tata kelola sampah di pelabuhan. 

PPP Tegalsari dipilih sebagai lokasi pilot project atas beberapa pertimbangan, diantaranya kondisi over capacity di pelabuhan tersebut, yang harus menampung kapal di atas 30 gross tonnage (GT) sebanyak lebih dari 1.000 unit. 

Selain itu, ada banyak tenaga kerja (sekitar 15.000 orang) yang terlibat di industri pengolahan hasil ikan, dan karena banyak tangkapan hasil ikannya, sampah yang dihasilkan PPP Tegalsari juga cukup banyak. 

Admin
Penulis
-->