Imbas COVID, IPK Korupsi Melorot

fin.co.id - 29/01/2021, 08:35 WIB

Imbas COVID, IPK Korupsi Melorot

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

"KPK menggambarkan bahwa korupsi itu bukan hanya beban KPK, bukan hanya beban penegak hukum lainnya tetapi sesungguhnya beban bangsa kita semua," kata Ghufron.

BACA JUGA:  Nunuk Nuraini, Sosok Peracik Bumbu Indomie Meninggal Dunia

Dengan data yang disampaikan TII, Ghufron mengatakan, pemberantasan korupsi tidak hanya menyoal mengenai penegakan hukum, tetapi juga mengenai kepastian dan kemudahan berusaha, serta proses politik dan demokrasi yang bersih dari KKN.

Sementara, KPK hanya berwenang menangani korupsi yang berkaitan dengan penyelenggara negara dengan nilai kerugian lebih dari Rp 1 miliar.

"Padahal, proses demokrasi yang melahirkan korupsi baik di di sisi politik maupun ekonomi itu terlahir dari proses yang hulunya itu dari proses politik kemudian demokrasi, dari sisi yang ekonomi. Hulunya itu dari tidak aware-nya pemerintahan baik pusat maupun di daerah bahwa sesungguhnya investasi itu akan kemudian menyejahterakan rakyatnya. Kebanyakan kepala-kepala daerah sekarang, masuk investor, sudah minta lebih dahulu di awal. Yang begitu-begitu itu sebenarnya KPK perlu bekerjasama dengan semua stakeholder baik dari sektor politik, dari sektor penegakan hukum, maupun kepada sektor ekonomi," kata Ghufron.

Ghufron menyatakan, tindak pidana korupsi telah melanggar setidaknya dua aspek hak asasi manusia, yakni hak akses terhadap keuangan publik dan hak sosial politik. Untuk itu, KPK mengajak seluruh elemen bangsa untuk mempunyai komitmen yang sama dalam upaya memberantas korupsi.

BACA JUGA:  Nikita Mirzani Kirim Sumbangan untuk Pasien Covid-19, Netizen: Orang Kaya Sombong yang Berguna

"Sekali lagi kami berharap, ini adalah momen kepada KPK untuk mengajak semuanya bahwa korupsi itu bukan hanya sektor penegakan hukum tapi ternyata korupsi masuk di semua sektor," kata Ghufron.

Ghufron juga mengatakan, bencana kerap menjadi celah terjadinya praktik korupsi.

"Ini bukan hanya pada tahun 2020, di banyak beberapa bencana ke bencana ternyata bencana itu membawa korupsi," kata Ghufron.

Ghufron lantas menduga merosotnya IPK Indonesia salah satunya disebabkan pandemi virus corona atau COVID-19. Menurut Ghufron, pandemi corona yang telah ditetapkan sebagai bencana nonalam membuat pemerintah melonggarkan sejumlah aturan, termasuk dalam proses pengadaan barang dan jasa, terutama terkait penanganan virus corona. Namun, hal itu justru dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk mengeruk keuntungan pribadi.

"Mestinya ada ketentuan-ketentuan yang ketat untuk pengadaan barang dan jasa, tapi demi kemanusiaan, demi kesehatan maka kemudian ketetatan itu dilonggarkan karena kita perlu kecepatan untuk menyelamatkan anak bangsa. Tapi faktanya memang kelonggaran-kelonggaran itu selalu ternyata dijadikan kesempatan untuk kemudian melakukan korupsi," ungkap Ghufron.

BACA JUGA:  Lagi Ramai soal Rasisme, Denny Siregar Malah Bilang Natalius Pigai Cengeng

Ghufron mengingatkan, bencana apapun bentuknya seharusnya menjadi momentum meningkatkan kesadaran dan kolektivitas masyarakat bukan untuk menjadi bancakan. Untuk itu, Ghufron mengajak seluruh elemen bangsa untuk bersama-sama memberantas korupsi. Hal ini lantaran memberantas korupsi bukan hanya beban dan tanggung jawab KPK semata, tetapi juga tanggung jawab seluruh bangsa.

"KPK berharap kepada semua segenap pihak, bukan hanya LSM-LSM, tapi juga kepada segenap stakeholder baik pemerintah pusat, pemerintah daerah di bidang politik maupun ekonomi untuk sama-sama mari kita mencoba mencegah lebih baik sekali lagi kemudian supaya tidak ada korupsi," katanya.

BACA JUGA:  Rasis ke Natalius Pigai, Ambroncius Nababan akan Diperiksa Mabes Polri

Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengaku sudah memprediksi IPK Indonesia pada 2020 mengalami penurunan.

"Memang pada tahun 2020 itu akan sekurang-kurangnya stagnan kalau tidak turun, sejak awal saya sudah berpikir begitu," kata Mahfud.

Mahfud memprediksi penurunan IPK Indonesia terjadi lantaran beragam reaksi publik atas direvisinya UU KPK. Padahal, menurut dia, revisi UU KPK belum tentu berpengaruh terhadap IPK Indonesia.

BACA JUGA:  Perjodohannya dengan Putra Syekh Ali Jaber Tuai Pro Kontra, Wirda Mansur Beri Penegasan

"Saya sudah menduga bahwa ini akan menimbulkan persepsi buruk di dunia internasional, dunia hukum mengenai pemberantasan korupsi, melemahnya pemberantasan korupsi," kata Mahfud.

Mahfud menambahkan, IPK Indonesia melorot juga akibat dari maraknya potongan hukuman oleh Mahkamah Agung (MA) terhadap terdakwa kasus korupsi sepanjang 2020.

"Karena justru di tahun 2020 itu marak sekali korting hukuman pembebasan oleh Mahkamah Agung pada tingkat kasasi untuk kasus korupsi, kalau tidak bebas di kasasi kadang kala juga dikurangi di PK (Peninjauan Kembali)," ungkap Mahfud.

Berdasarkan data KPK, setidaknya ada 65 permohonan PK yang diajukan ke MA. Namun, Ketua MA Syarifuddin mengatakan hanya 8 persen permohonan PK kasus korupsi yang dikabulkan.

"Itu saya sudah menduga ini akan terjadi sesuatu. Cuma saya melihat itu sebagai salah satu indikator itu akan menyebabkan persepsi. Bagi saya ini persepsi, namanya juga CPI (Corruption Perception Index)," tambah Mahfud. (riz/gw/fin)

Admin
Penulis