JAKARTA - Terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra (Djoko Tjandra) mengatakan action plan atau proposal pengurusan masalah hukum yang diajukan mantan Politikus NasDem Andi Irfan Jaya tidak masuk akal.
Sebab, menurutnya, terdapat Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang tercantum dalam action plan tersebut. Maka dari itu, ia menyatakan tidak bersedia untuk menindaklanjuti action plan yang disodorkan.
"Saya katakan action plan yang diajukan Andi Irfan tidak masuk akal karena tercantum ada PNS di situ, oleh karena itu saya tidak bersedia," kata Djoko Tjandra dalam persidangan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (9/11).
BACA JUGA: Andi Irfan Jaya Didakwa Jadi Perantara Suap Djoko Tjandra-Pinangki
Dalam dakwaan disebutkan Djoko Tjandra meminta jaksa Pinangki untuk membuat action plan dan surat ke Kejaksaang Agung untuk menanyakan status hukum Djoko Tjandra dengan biaya USD100 juta.
Dalam dakwaan disebutkan, action plan diserahkan Pinangki pada 25 November 2019 bersama-sama advokat Anita Kolopaking dan pihak swasta Andi Irfan Jaya di kantor Joko Tjandra di Malaysia.
Action plan tersebut terdiri dari 10 tahap pelaksanaan dan mencantumkan inisial BR yang diduga Jaksa Agung ST Burhanuddin dan HA diduga merupakan Ketua MA periode Maret 2012-April 2020 Hatta Ali.
BACA JUGA: Pinangki Bantah Pernah Sebut Nama ST Burhanudin dan Hatta Ali
"Dari atas sampai bawah lalu saya tuliskan 'no' dalam 'action plan' karena adanya Pinangki di situ jadi saya tidak bersedia," ungkap Djoko Tjandra.
"Karena saudara tidak mau berurusan dengan PNS?" tanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung KMS Roni.
"Iya," jawab Djoko.
"'Action plan' itu terkait pemberian uang 10 juta dolar AS?" tanya jaksa Roni.
"Itu proposal saja," jawab Djoko.
"Apakah 'action plan' itu terlaksana atau saudara merasa terbantu atau tertipu?" tanya Jaksa Roni.
BACA JUGA: KPK Harus Usut Anggota DPR Mafia Hukum Kasus Djoko Tjandra