Kenaikan iuran BPJS itu kata Saleh sama sekali tidak berpengaruh atasi defisit BPJS. Saleh mengingatkan bahwa pernah dibuat simulasi oleh pihak pemerintah dengan kenaikan iuran akan menyelesaikan defisit BPJS di tahun kelima tapi setelah itu akan defisit lagi.
”Defisit BPJS Kesehatan di tahun 2019 32 triliun rupiah itu besar sekali. Totalnya lebih dari 80 triliun rupiah dana yang dikelola BPJS Kesehatan dari iuran APBN, APBD, dan pesertanya," katanya.
Saleh mengatakan substansinya bukan di kenaikan iuran tapi harus ada perbaikan manajemen BPJS Kesehatan. Pendataan peserta bantuan iuran (PBI), perbaikan pelayanan kesehatan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat.
”Data peserta PBI masih semrawut, tidak tepat sasaran. Kamar rawat inap selalu penuh, stok obat kosong, dan lainnya itu contoh pelayanan kesehatan yang sering dialami oleh peserta BPJS," katanya.
Saleh menegaskan kedepannya UU BPJS harus direvisi terkait pasal-pasal yang menghambat pelayanan JKN. DPR harus terlibat dalam alokasi anggaran JKN dan PBI. Aspek pengawasan pembayaran klaim harus diperketat sebab sekarang masih lemah. Misalnya membayar klaim 20 milyar rupiah ke RS apakah sudah sesuai realitas, jangan fiktif.
Ia juga menegaskan bahwa BPJS sebagai badan hukum publik berprinsip nirlaba, jangan bicara untung rugi. Pemerintah harus berusaha keras dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat.
”Jangan disamakan dengan urusan bisnis pembangunan infrastruktur. Pemerintah jangan berbisnis dengan rakyat terkait pelayanan kesehatan, itu sudah perintah konstitusi," katanya.
Baca juga: 1 Juli 2020 Iuran BPJS Kesehatan Kelas I dan II Naik, Kelas III Menyusul
Boyamin Saiman mengatakan pertimbangan hukum MA sudah berisi hakekat hukum yang substantif dimana membatalkan iuran BPJS Kesehatan versi pemerintah dengan pertimbangan yang hukum mendalam dari aspek teknis dan substantif.
Ia menjelaskan isi pertimbangan hakim MA dalam putusannya itu. Adanya ketidakseriusan kementerian-kementerian terkait dalam berkoordinasi antar satu dengan yang lainnya dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing yang berhubungan dengan penyelenggaraan program jaminan sosial ini.
Ketidakjelasan eksistensi dewan jaminan sosial nasional dalam merumuskan kebijakan umum dan singkronisasi penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional, karena hingga saat ini pun boleh jadi masyarakat belum mengetahui institusi apa itu.
Ada kesalahan dan kecurangan (fraud) dalam pengelolaan dan pelaksanaan program jaminan sosial oleh BPJS; dan Mandulnya satuan pengawas internal BPJS dalam melaksanakan pengawasan, sehingga menimbulkan kesan adanya pembiaran terhadap kecurangan-kecurangan yang terjadi.
Baca juga: Iuran BPJS Kesehatan Naik Juli 2020