"Kami akan memastikan aspek ketenagakerjaan dan hak-hak pekerja terpenuhi dan kasus ini segera dapat diatasi dengan baik," tegasnya.
Sedangkan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengatakan telah berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk menindaklanjuti kasus tersebut.
"Kami telah berkoordinasi, termasuk mengenai dugaan ada eksploitasi terhadap ABK kita (Indonesia)," katanya.
Mengenai pelarungan jenazah atau burial at sea, Menteri Edhy menjelaskan, hal itu dimungkinkan dengan berbagai persyaratan mengacu pada aturan kelautan Organisasi Buruh Internasional atau ILO, lihat aturan di grafis.
BACA JUGA: Banjir Ucapan Ulang Tahun ke Anies Baswedan di Medsos
Dikatakan Edhy, pihaknya akan fokus pada dugaan eksploitasi terhadap ABK Indonesia seperti dilaporkan media Korea, MBC News.Disebutkan ada beberapa ABK yang mengaku bahwa tempat kerja mereka sangat tidak manusiawi. Mereka bekerja sehari selama 18 jam, bahkan salah satu ABK mengaku pernah berdiri selama 30 jam. Para ABK Indonesia juga dilaporkan diminta minum air laut yang difilterisasi.
"KKP segera mengirimkan notifikasi ke RFMO (Regional Fisheries Management Organization) untuk kemungkinan perusahaan atau kapal mereka diberi sanksi," ucapnya.
Menurut dia, terdapat dugaan perusahaan yang mengirimkan ABK Indonesia itu telah melakukan kegiatan yang sama beberapa kali. Perusahaan itu juga terdaftar sebagai authorized vessel di 2 RFMO yaitu Western and Central Pasific Fisheries Commision (WCPFC) dan Inter-American Tropical Tuna Commission (IATTC).
"Indonesia juga sudah mengantongi keanggotaan di WCPFC dan cooperating non-member di IATTC," paparnya.
Mengenai ABK yang selamat dan kini berada di Korea Selatan, Menteri Edhy memastikan akan menemuinya dan pemerintah akan meminta pertanggungjawaban perusahaan yang merekrut dan menempatkan ABK itu. Bentuk pertanggungjawaban tersebut antara lain, menjamin gaji dibayar sesuai kontrak kerja serta pemulangan ke Indonesia.
"Kami juga akan mengkaji dokumen-dokumen para ABK kita, termasuk kontrak-kontrak yang sudah ditandatangani," jelasnya.
BACA JUGA: Arteta Sarankan Klub Fokus Keselamatan Pemain di Tengah Covid-19
Sementara Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan pihak China, baik pemerintah maupun perusahaan pengelola kapal ikan Long Xing 629 dan Tian Yu 8 menyebut pelarungan tiga jenazah ABK Indonesia telah sesuai prosedur internasional dan disetujui keluarga yang bersangkutan."Pihak kapal telah memberi tahu pihak keluarga (dari seorang ABK berinisial AR) dan telah mendapat surat persetujuan pelarungan di laut tertanggal 30 Maret 2020. Pihak keluarga juga sepakat untuk menerima kompensasi kematian dari kapal Tian Yu 8," kata Retno.
Dijelaskannya, AR adalah ABK di kapal Long Xing 629 yang mengalami sakit pada 26 Maret dan dipindahkan ke kapal Tian Yu 8 untuk dibawa berobat ke pelabuhan. Namun AR meninggal dunia pada 30 Maret pagi. Jenazah AR dilarung ke laut lepas keesokan paginya, 31 Maret, demikian keterangan pengelola kapal.
Sementara kasus dua ABK lain yang dilarung terjadi pada Desember 2019. Keduanya juga merupakan ABK kapal Long Xing 629, meninggal dunia ketika kapal berlayar di Samudera Pasifik.
"Keputusan pelarungan jenazah dua orang ini diambil kapten kapal karena kematian disebabkan oleh penyakit menular dan hal itu berdasarkan persetujuan awak kapal lainnya," ujarnya.
KBRI di Beijing telah mengirim nota diplomatik kepada pemerintah China untuk meminta klarifikasi ulang mengenai kasus pelarungan jenazah kedua ABK Indonesia ini.