IMF Peringatkan Asia Soal Potensi Jadi Pemicu Inflasi Dunia Akibat Harga Komoditas yang Terus Meningkat

IMF Peringatkan Asia Soal Potensi Jadi Pemicu Inflasi Dunia Akibat Harga Komoditas yang Terus Meningkat

Ilustrasi - IMF: Tingginya harga komoditas di Asia berpotensi picu inflasi dunia-Photo by Pavel Danilyuk -Pexels

JAKARTA, FIN.CO.ID - Negara-negara Asia bisa mengekspor inflasi ke dunia jika harga konsumen melebihi kenaikan biaya energi, menambah tekanan inflasi global yang membebani pertumbuhan.

"Jika harga minyak terus meningkat dan biaya produsen meningkat, tidak dapat dihindari bahwa pada akhirnya akan berdampak pada harga barang ritel," ujar Changyong Rhee, Direktur IMF untuk Asia-Pasifik, dikutip dari Bloomberg, Rabu 23 Maret 2022.

"Pada tahap itu Asia dapat mengekspor inflasi lebih jauh ke dunia, tetapi sekarang belum pada tahap itu," sambungnya.

(BACA JUGA:Ada-ada Saja, BPJS Istri Sah Dipakai Istri Siri Lahiran, Suami Dilaporkan ke Polisi)

Komentar Rhee menunjukkan bahwa Asia pada akhirnya berisiko untuk berkontribusi pada putaran umpan balik harga global, jika harga komoditas terus meningkat.

Menurut Rhee, inflasi sudah meningkat lebih cepat dari yang diperkirakan, meskipun IMF memperkirakan akan mencapai puncaknya di Asia pada paruh kedua tahun ini.

Perang di Ukraina, ditambah dengan normalisasi kebijakan moneter AS, akan menyebabkan harga pangan dan energi yang lebih tinggi untuk orang Asia, sehingga memangkas pendapatan riil mereka terutama di kalangan rumah tangga miskin, ungkap Rhee.

(BACA JUGA:Harga Minyak Goreng Kemasan Melonjak, Harga Minyak Goreng Curah Juga Ikut Naik)

Pernyataan Rhee merespons pernyataan Ketua Federal Reserve Jerome Powell yang mengatakan bank sentral siap menaikkan suku bunga setengah poin, pada pertemuan berikutnya untuk mengekang inflasi jika diperlukan.

"Suku bunga global yang lebih tinggi pasti akan mengurangi momentum pertumbuhan di Asia," kata Rhee. Ia mengisyaratkan kemungkinan kenaikan suku bunga AS yang lebih besar merupakan berita buruk bagi Asia. 

"Biaya pinjaman yang lebih tinggi dan tekanan nilai tukar pasti akan memperlambat pemulihan Asia," ungkapnya.

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Sigit Nugroho

Tentang Penulis

Sumber: