Pejabat Lampung Bergeming Soal Tegal Mas, Ada Apa?

Pejabat Lampung Bergeming Soal Tegal Mas, Ada Apa?

JAKARTA – Dugaan pelanggaran hukum terhadap Pulau Tegal bukan barang baru. Bahkan, ini menjadi trending topik di sejumlah media, setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama tiga kementerian melakukan penyegelan di kawasan reklamasi pantai Marrita Sari dan menghentikan sejumlah aktivitas pengembangan ruang laut di pulau Tegal Mas yang berada di Kabupaten Pesawaran, Lampung. Pengamat Hukum dan Tata Negara Yusdiyanto Alam berharap, seharunya hal-hal seperti ini dapat diselesaikan secepatnya. ”Dudukan masalahnya secara benar. Selesaikan. Tapi pejabat daerah, juga harus komitmen dan konsisten dalam penyelesaiannya. Toh ini ada potensi daerah. Jangan sampai ini terus menjadi konsumsi dan membuat publik bingung,” papar Dosen Hukum di Universitas Lampung, Selasa (7/1/2019). Dengan adanya penegasan hukum, secara otomatis Pemprov Lampung mampu memberikan ruang kenyamanan bagi investasi bagi siapa pun. ”Imbasnya positif, yang punya lahan lega. Investasi juga bisa menghasilkan income, nelayan juga merasa terbantu dengan ada pengembangan kawasan. Kalau pun ada rencana dijadikan kawasan konservasi, itu juga sangat baik,” terang doktor jebolan Universitas Padjajaran, Bandung itu. [caption id="attachment_421009" align="alignleft" width="696"]pulau tegal mas, fajar indonesia network Pulau Tegal. (Foto: IG)[/caption] [caption id="attachment_420992" align="alignleft" width="696"]tegal mas, fajar indonesia network Keindahan Pulau Tegal saat ini. (Foto: IG)[/caption] Terpisah, Penasehat Hukum (PH) Babay Chalimi, Robinson Pakpahan menegaskan dari sudut pandang hukum, kondisi ini sangat miris. Terlebih, di tengah gejolak yang muncul pejabat publik di Provinsi Lampung menutup mata dari berbagai dugaaan pelanggaran hukum yang sudah dilakukan oleh pengelola Tegal Mas. ”Jangankan menegakkan aturan hukum yang ada dan berlaku serta telah dilanggar. Untuk mendukung upaya penegakan hukum yang sudah dilakukan oleh KLH, KKP dan ATR/BPN serta KPK yang tahun lalu telah menyegel dua dermaga yang berada di Pantai Ringgung dan Pantai Pulau Tegal sajapun pejabat dan aparat hukum di Lampung tampak enggan dan tidak peduli,” papar Robinson Pakpahan selaku Penasehat Hukum (PH) Babay Chalimi. Padahal pelanggaran hukum yang sudah dilakukan pengelola Tegal Mas itu tergolong berat dan akumulatif. ”Tanah yang dibangun dan dirusak oleh pengelola Tegal Mas itupun adalah milik klien kami Babay Chalimi yang pada 16 Februari 2004 sudah menerima kompensasi dari Kohar Widjaja yang kalah berperkara di Pengadilan Negeri Tanjungkarang,” jelasnya. Dikatakan Robinson Pakpahan, Thomas Azis Riska mengklaim menguasai Pulau Tegal berdasarkan SHM No. 1 PC Tahun 1973 seluas 128 ha. ”Ini jelasa ngawur,” timpal Robinsonnya. ”Surat Hak Milik (SHM) No. 1 PC Tahun 1973 atas nama Kohar Widjaja itu seluas 17,4 ha sedangkan seluruh Pulau Tegal luasnya sekitar 120 hektare,” tandasnya. Lebih dalam ia menjelaskan, dari tujuh sertifikat atas nama Kohar Widjaja, Valentina Rahayu, dan lainnya (SHM 185, SHM 1/Pc, SHM 184, SHM 186, SHM 272, SHM 187, SHM 188) saja luasnya cuma 56,14 hektare. Selebihnya, separuh lebih pulau tersebut, milik Pingping dan warga. ”Jadi, Thomas itu ngawur sekali jika mengklaim menguasai 120 ha pulau tersebut,” kata advokat Law Firm SAC and Partners. Lahan seluas 56,14 ha itulah yang seharusnya diserahkan kepada Babay Chalimi sebagai konpensasi sita jaminan empat aset yang kasusnya sudah inkracht van gewijzde perkara No.15/PDT.G/2002/PN di PN Tanjungkarang. ”Jadi, pemegang surat-surat, termasuk Thomas, menguasainya secara tidak sah. Seharusnya, surat-surat tersebut diserahkan kepada Babay Chalimi sebagai ganti tidak disitanya empat aset lain milik Kohar Wijaya,” katanya. Kohar Wijaya alias Athiam telah menyerahkan 56,14 ha lahan di Pulau Tegal lewat pernyataan di atas materai kepada Babay Chalimi pada 16 Februari 2004. “Saksinya masih ada karena yang digugat tiga orang,” katanya. (ful)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: