News

Kaji Ulang Perampingan Direktorat Kebudayaan

fin.co.id - 2020-01-14 08:55:33 WIB

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menjelaskan, bahwa perubahan nomenklatur seperti hilangnya Direktorat Kesenian, Sejarah dan Cagar Budaya sudah sesuai berdasarkan arahan UU 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hilmar Farid mengatakan, perubahan nomenklatur seperti hilangnya Direktorat Kesenian, Sejarah dan Cagar Budaya dikarenakan mengikuti UU 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan."Perubahan mengikuti, UU 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Sejak puluhan tahun keragaman budaya dikelola pemerintah berdasarkan objek dengan prosesnya sendiri-sendiri, namun dengan nomenklatur baru diharapkan proses menjadi hal yang utama dengan tidak mengabaikan seluruh objek-objek kebudayaan baik yang bersifat kebendaan maupun tak benda," kata Hilmar, Senin (13/1).Menurt Hilmar, sebenarnya tidak ada yang dihilangkan, justru dengan nomenklatur baru seluruh unsur kebudayaan akan dikelola dengan proses yang mengacu pada Undang-Undang pemajuan Kebudayaan, yakni pelestarian kebudayaan yang meliputi pelindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan kebudayaan."Selain menjalankan amanah Undang-Undang, nomenklatur baru juga menyikapi perkembangan zaman dengan adanya direktorat yang menangani perfilman, musik dan media baru. Hal ini mengacu pada dokumen Visi Misi Presiden Joko Widodo halaman 21 tentang Seni Budaya," terangnya.Saat ini, direktorat yang ada di bawah Direktorat Jenderal Kebudayaan yakni Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat, Direktorat Perfilman, Musik, dan Media Baru, Direktorat Pelindungan Kebudayaan, Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Direktorat Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan."Perubahan struktur dan nomenklatur tersebut tertuang di dalam Permendikbud No 45 Tahun 2019 Tentang Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan," ujarnya.Hilmar menegaskan, bahwa perampingan direktorat yang dipimpinnya tidak memengaruhi fungsi perlindungan dan pengembangan kebudayaan."Bukan berarti hilangnya kata-kata kesenian, sejarah, cagar budaya, dan lain sebagainya membuatnya tidak akan diurus. Tetap diurus, bahkan lebih efektif dengan cara mengubah organisasi kerjanya," tegasnya.Untuk itu Hilamar berharap, para penggiat seni budaya tidak perlu khawatir atas peniadaan Direktorat Kesenian karena telah ditampung pada Direktorat Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan."Kepada kalangan media harap dapat memahami bahwa mereka yang merasa tidak diurus itu bisa terjawab dan jawabannya tegas," ujarnya.Pengamat seni dan budaya, Suhendi Apriyanto, mengeluhkan perubahan nomenklatur di lingkungan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan."Banyak yang resah setelah hilangnya direktorat seni dan sejarah, karena direktorat itu tempat bernaung pata pelaku seni," kata Suhendi.Suhendi meminta, agar penghapusan direktorat tersebut ditinjau ulang, karena akan berdampak pada arah Undang-undang Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan yang menganut empat prinsip yakni pelestarian, pengembangan, pemanfaatan, serta pembinaan sektor kebudayaan daerah."Baiknya tinjau ulang, karena akan berdampak pada arah Undang-undang nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan yang menganut empat prinsip yakni pelestarian, pengembangan, pemanfaatan, serta pembinaan sektor kebudayaan daerah," tegasnya.Menurut Suhendi, jika ini terus dipaksakan diperkirakan akan kontroversial sekaligus paradoksal. Sebab, ini rumah besar aktivitas, yang di dalamnya ada dinamika estetika dalam bentuk bunyi, rupa, gerak, sastra, cerita, bernama kesenian."Jika rumah besar itu ditiadakan, sama artinya aktivitas dan penanganan salah satu subsektor kebudayaan menjadi dilemahkan dan juga kemunduran bukan kemajuan," tuturnya.Dengan struktur anyar seperti saat ini, Suhendi mengaku pesimistis pemajuan kebudayaan akan berhasil dan sejalan dengan hasil rumusan yang sudah digaungkan. Untuk itu, ia kembali mengingatkan, bahwa solusi yang harus Nadiem lakukan adalah meninjau ulang kebijakan tersebut."Selain itu, ketika akan merumuskan implementasi UU tentang Pemajuan Kebudayaan ke dalam bentuk struktur organisasi di kementerian juga harus melibatkan beberapa unsur terkait. Terutama unsur yang selama ini menjadi penggerak kebudayaan," jelasnya.Apalagi, lanjut Suhendi, pokok-Pokok Kebudayaan Daerah (PPKD) sudah dirumuskan, bahkan menjadi dokumen negara yang disusun serta dirumuskan oleh hampir sebagian besar penggiat, pemikir kebudayaan yang tersebar di seluruh wilayah nusantara."Mohon ini juga harus menjadi bahan pertimbangan, mengingat keterlibatan sejumlah pemikir kebudayaan serta harapan-harapan akan tumbuhnya dinamika setiap bentuk kehidupan kebudayaan daerah tidak boleh menjadi hilang," pungkasnya. (der/fin)

Admin
Penulis