Assst... Kader NasDem dalam Pusaran Kasus Joko Tjandra

Assst... Kader NasDem dalam Pusaran Kasus Joko Tjandra

JAKARTA - Jaksa Pinangki Sirna Malasari diduga tidak sendirian dalam kasus Joko Soegiarto Tjandra alias Joe Chen alias Joker. Penyidik Kejaksaa Agung pernah menyebut nama Andi Irfan Jaya. Laki-laki ini kabarnya teman dekat Pinangki. Belakangan diketahui, Andi Irfan adalah kader Partai Nasdem Sulawesi Selatan (Sulsel). Informasi yang beredar, Joko Tjandra disebut menyetorkan uang senilai USD 500 ribu atau setara Rp7 miliar. Belum jelas betul apa kaitan Andi Irfan dalam perkara ini. Namun, kabarnya duit itu diduga disetorkan ke Andi Irfan. Tujuannya untuk pengurusan Peninjauan Kembali (PK) kasus cessie Bank Bali yang didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Andi Irfan Jaya sendiri sudah diperiksa oleh Kejaksaan Agung pada Senin (24/8) lalu. Dia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Pinangki Sirna Malasari. Pria kelahiran Kabupaten Soppeng ini diketahui alumnus Universitas Negeri Makassar. Wakil Ketua Umum DPP Partai NasDem, Ahmad Ali membenarkan Andi Irfan merupakan kader partainya. Dalam waktu dekat, DPP akan memanggil Irfan Jaya untuk memastikan sejauh mana kaitannya dalam kasus Joko Tjandra dan Pinangki. Ali menyebut Andi Irfan pernah masuk dalam struktur kepengurusan DPW NasDem di Sulawesi Selatan. Namun, saat ini status Andi Irfan adalah anggota biasa. "Dia pernah jadi pengurus. Namun di awal 2020 dilakukan restrukturisasi kepengurusan. Dia sudah tidak masuk lagi pengurus DPW Sulsel," jelasnya. Menurutnya, NasDem akan memperlakukan kadernya sama. Siapapun ketika terlibat persoalan hukum tentu akan diberhentikan. "Tetapi kita harus kedepankan asas praduka tak bersalah. Karena partai juga belum memanggil yang bersangkutan," imbuhnya. NasDem, lanjutnya, akan akan mendorong Andi Irfan untuk kooperatif memenuhi panggilan aparat penegak hukum. "Itu kewajibannya sebagai warga negara. "Bahwa kemudian dia dinyatakan sebagai tersangka, tentunya partai ada aturan mainnya. Ini berlaku untuk semua kader," paparnya. Dia memastikan dugaan keterlibatan Andi Irfan tidak ada hubungannya dengan Partai NasDem. "Justru partai meminta dia memberikan keterangan yang sebenarnya," jelas Ali. Komisi Kejaksaan (Komjak) menduga, Pinangki tidak beraksi sendiri dalam membantu Joko Tjandra. Diduga ada kekuatan besar atau orang yang lebih berkuasa dibanding Pinangki. Barita menyebut keterlibatan pihak lebih kuat patut dicurigai. Sebab, Pinangki tidak memiliki jabatan tinggi atau kewenangan besar di Kejaksaan Agung. Sebelum dicopot, Pinangki menjabat sebagai Kepala Sub-Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan. "Pinangki itu bukan penyidik. Dia tidak punya kewenangan eksekusi. Jabatannya eselon IV. Itu bukan jabatan yang bisa mengambil keputusan, Tetapi, kenapa bisa membangun komunikasi dengan Joko Tjandra," paparnya. Tak menutup kemungkinan ada orang berkekuatan besar melindungi Pinangki selama kasusnya bergulir. Pinangki ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan menerima suap dari Joko Tjandra. Komisi Kejaksaan pun mendorong Kejagung untuk mengusut kasus tersebut hingga tuntas. "Inilah yang harus dilakukan. Penyidikan pro-justicia untuk mengungkap semua, siapa yang terlibat di situ. Termasuk yang diduga kekuatan besar itu siapa," tegasnya. Barita meminta Kejagung menangani kasus Pinangki secara transparan. Hal itu dinilai penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap negara dalam aspek penegakkan hukum. Menanggapi hal itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Hari Setiyono dengan tegas membantahnya. Menurutnya, penyidik mengungkap kasus tersebut berdasarkan alat bukti yang ada. "Proses penyidikan sedang berjalan. Tidak ada kekuatan besar. Yang ada alat bukti yang didapat penyidik. Baik alat bukti berupa keterangan saksi, surat, keterangan ahli, maupun keterangan tersangka atau petunjuk," jelas Hari.(rh/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: