Raboyamin Gibran

Raboyamin Gibran

--

Oleh: Dahlan Iskan

Ia lahir hari Rabu. Karena itu diberi nama Boyamin. Ayahnya seorang petani di Desa Ngumpul, antara Ponorogo dan Slahung. Pelosok sekali. Pelosoknya pelosok. 

Sampai hari ini ia jadi berita besar. Dua sekaligus. Anaknya menang di Mahkamah Konstitusi: Gibran pun bisa memenuhi syarat maju sebagai cawapresnya Prabowo. Lalu, sebagai pendiri Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin berkometar keras. 

Yakni soal mangkirnya Ketua KPK Firli Bahuri dari panggilan pertama Polda Metro Jaya. Yang Jumat pekan lalu. Soal Firli kirim surat kepada Kapolda yang pakai tindasan ke presiden dan ke menko Polhukam.  

Tindasan itu, kata Boyamin, menandakan pengakuan KPK sebagai bagian dari eksekutif. KPK sudah tidak mandiri.

Boyamin memang aktivis sejak mahasiswa di Solo. Lalu diminta oleh Mudrick Sangidu masuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Anda sudah tahu siapa Sangidu: tokoh politik di balik gerakan Mega-Bintang yang legendaris di Solo. Yakni bersatunya PDI-Perjuangan yang dipimpin Bu Mega dengan PPP yang saat itu berlogo bintang. Nasionalis bersatu partai agama. Boyamin sangat aktif di Mega-Bintang.

Boyamin pun jadi caleg DPRD kota Solo. Terpilih. Paling muda. Sampai jadi pimpinan sementara DPRD. Masih jantan: wakil rakyat yang berani tetap membujang. Masih tetap ikut demo. Gajinya habis untuk membiayai demo.

Setelah tidak di DPRD lagi, Boyamin kembali ke kampus lama: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Ia meneruskan kuliah hukumnya. Di lantai 1. 

Saat itu, di lantai 2 kampus itu, dipakai untuk Fakultas Tarbiyah. Ada satu mahasiswi di lantai 2 itu: Rosidah. Kenal. Lengket di hati. Rosidah itulah yang kini jadi istrinya.

Pasangan ini punya anak 5 orang. Anda sudah tahu anak sulung mereka: Almas Tsaqib Birru ReA. Mahasiswa hukum semester 8 Universitas Surakarta. Disingkat Unsa. Kampusnya di timur Bengawan Solo. Di pinggir jalan ke arah Surabaya dan Tawangmangu. Itulah ''Kampus Bumi Bengawan''.

Tiga pemain sepak bola terkenal lulusan Unsa: Rochy Putiray, Eduard Cong, dan Adi Swandana.

Sebentar lagi nama Almas akan masuk di hall of fame kampus itu: mahasiswa semester akhir yang menang di MK dengan kehebohan 15 skala Richter.

Adik Almas, bernama Arkan, sebenarnya juga menggugat ke MK. Di soal yang sama. Beda keinginan. Permohonan Arkan ditolak. Arkan kalah. Mahasiswa hukum UNS semester 3 kalah dengan mahasiswa Unsa semester 8. Kakak sulung mengalahkan adik nomor 2. 

Yang sebenar-benar adalah bapak-ibu mereka. Sang ayah pengacara. Sang ibu guru agama. Pakai jilbab dan penutup muka. Nama-nama anak itu dipilihkan oleh sang ibu. Karena itu berbau bahasa Arab. 

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Afdal Namakule

Tentang Penulis

Sumber: