Komisi VII DPR Pertanyakan Klaim Jokowi Tentang Keuntungan Pelarangan Ekspor Biji Nikel

Komisi VII DPR Pertanyakan Klaim Jokowi Tentang Keuntungan Pelarangan Ekspor Biji Nikel

Tambang nikel (net) --

JAKARTA, FIN.CO.ID- Komisi VII DPR RI mempertanyakan klaim Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang mangatakan bahwa pelarangan ekspor bijih nikel akan menguntungkan Indonesia.

Anggota Komisi VII DPR RI Rofik Hananto mengatakan, kenyataannya bahwa pelarangan ekspor nikel malah menguntungkan China sebagai salah satu konsumen utama impor nikel dari Indonesia.

"Apalagi dikaitkan dengan proses nilai tambah dalam proses pemurnian nikel tersebut. Tanpa mengungkapkan cerita yang utuh dan lengkap, sangat sulit menilai bahwa hilirisasi nikel ini sudah berhasil," ujar Rofik dalam keterangan tertulis, Kamis 10 November 2022.

Ada pun Presiden Jokowi mengatakan keuntungan hilirisasi nikel yang awalnya sekitar 15 triliun akan bertambah menjadi US$20,9 miliar atau Rp360 triliun. 

Namun, menurut Rofik, hal tersebut merupakan dampak dari harga komoditas yang naik saat ini serta jumlah penambangan nikel yang meningkat. Sehingga, keuntungan yang dibanggakan tersebut menjadi tidak bermaka.

BACA JUGA:Pemerintah Didesak Terbuka Terkait Hasil Hilirisasi Nikel: Jangan Hanya Sekedar Tebar Pesona!

BACA JUGA:Naufal Rahman Anak Ketua Komisi 2 DPRD Kota Bekasi Ungkap Kronologi Jadi Korban Tabrak Lari

Rofik juga menuding keuntungan yang sebenarnya digembor-gemborkan oleh pemerintah kini dinikmati oleh China, bukan untuk rakyat Indonesia sebagai pemilik sumber daya alam tersebut. 

Menurutnya, dugaan ini berdasarkan beberapa fakta di lapangan, antara lain sebagian besar bijih nikel di Indonesia, kurang lebih sebesar 95 persen, diolah oleh perusahaan smelter China yang beroperasi di Indonesia. 

Menurutnya, industri China membelinya dari penambang dengan harga murah, dikarenakan harga patokan mineral dalam negeri yang kurang dari setengah harga nikel internasional.

"Pemerintah hanya menetapkan harga bijih nikel $34 per ton, sementara di Pasar Shanghai harganya mencapai $80 per ton. Industri smelter China ini juga tidak membayar royalti tambang sepeserpun karena mereka tidak menambang langsung," tutur anggota DPR RI Dapil Jateng VII tersebut.

Selain itu, lanjut dia, faktor pemerintah memberikan insentif berupa pembebasan pajak atau tax holiday (PPh badan) selama 25 tahun. Hal ini, menurut Rofik, juga turut menguntungkan pihak lain dan bukan kita sendiri.

BACA JUGA:Presidensi G20 Indonesia Membawa Dampak Positif pada Perekonomian

BACA JUGA:Dukung Hilirisasi Industri Nikel, Kemenperin Siap Cetak SDM Unggul

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Afdal Namakule

Tentang Penulis

Sumber: