Selanjutnya, menurutnya, perusahaan smelter China juga sementara ini bebas dari pajak ekspor atau bea keluar karena belum diberlakukannya penerapan pajak ekspor produk hilirisasi nikel setengah jadi berupa Feronikel dan NPI (Nickel Pig Iron).
"Selama belum diberlakukan maka selama itu pula kita kehilangan potensi penerimaan," ujar Rofik.
Terakhir, Rofik mengungkapkan industri smelter China ini juga sebagian besar memanfaatkan tenaga kerja berasal dari negara mereka dengan mayoritas bukan dengan visa kerja.
"Ini juga merugikan penerimaan negara dari pendapatan tarif visa serta dari sisi pajak PPh individu," tutur Rofik.
Berdasarkan fakta tersebut, Rofik menegaskan betapa kecilnya angka Rp360 triliun tersebut dikarenakan masih banyaknya lubang-lubang yang menyebabkan bocornya kesempatan negara untuk mendapatkan pendapatan yang maksimal dari sumber daya alam yang dimilikinya.
Nikel yang dibanggakan hilirisasinya ini menurut Rofik ternyata dinikmati oleh segelintir kelompok dan memajukan industri negara lain, salah satunya China.
"Sudah saatnya pemerintah mendorong pembangunan smelter milik warga Indonesia sendiri yang akan meningkatkan nilai tambah bijih nikel tersebut, sehingga kue nikel ini benar-benar dinikmati oleh rakyat kita," tutup Politisi PKS ini dilansir parlementaria.