Sidang Praperadilan, Kubu Mardani Maming Hadirkan 3 Saksi Ahli

Sidang Praperadilan, Kubu Mardani Maming Hadirkan 3 Saksi Ahli

Mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani H Maming saat diperiksa KPK. (Ist) --

JAKARTA, FIN - Tim kuasa hukum mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani H. Maming menghadirkan tiga saksi ahli dalam sidang lanjutan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis, 21 Juli 2022.

Para saksi tersebut adalah ahli hukum tata negara dan ilmu perundang-undangan Aan Eko Widiarto; ahli hukum pidana dan perdata Flora Dianti; dan ahli penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) Kepailitan Teddy Anggoro.

(BACA JUGA:Praperadilan Kasus Mardani Maming, KPK Tegaskan Penyidikan Mengacu KUHAP)

Para ahli tersebut menjelaskan dan menguatkan argumen pihak Mardani Maming bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak berwenang menangani perkara dugaan suap izin usaha pertambangan (IUP).

Kuasa hukum Mardani Maming, Denny Indaryana menjelaskan jika kasus yang menjerat kliennya adalah murni perkara bisnis antarperusahaan.

Saksi ahli Teddy Anggoro menjelaskan, proses hutang-piutang antar perusahaan dengan adanya perjanjian yang dibuat, maka itu masuk kedalam perdata.

(BACA JUGA:Praperadilan Kasus Mardani Maming, Kuasa Hukum Klaim KPK Tak Konsisten Terapkan Pasal)

"Ada Teddy Anggoro, mengungkapkan ini adalah murni transaksi bisnis, hutang-piutang yang dimiliki perusahaan diakui piutang yang sah dan pembuktian hukumnya sempurna masuk dalam ranah perdata," jelas Denny.

Selain itu, saksi ahli juga menilai jika penetapan Mardani Maming sebagai tersangka oleh KPK disebut melanggar hak asasi manusia HAM.

“Ada ahli HTN dan Ilmu Per-UU-an, acara pidana dan Perdata, serta PKPU-Kepailitan. Untuk menjelaskan KPK tidak berwenang menangani perkara ini, ada proses penyidikan yang melanggar HAM dan due process of law, dan yang terjadi adalah kriminalisasi transaksi bisnis,” kata Denny.

(BACA JUGA:Belum Siap, KPK Minta Hakim Tunda Sidang Praperadilan Mardani Maming)

Tak hanya itu, saksi ahli lainnya menyebutkan, apabila KPK menetapkan tersangka di awal proses penyidikan, maka proses itu salah dan status tersangka tidak sah.

Menurut hukum yang berlaku, penetapan tersangka dilakukan di akhir proses penyidikan setelah menjalani proses penyelidikan dan penyidikan.

"Pernyataan Doctor Flora, proses dimulainya penyidikan tidak boleh menetapkan tersangka, itu ada cacat dan bisa membuat penetapan tersangka tidak sah," jelas Denny.

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Rizky Agustian

Tentang Penulis

Sumber: