Teori Denny JA tentang Agama di Era AI Mulai Diajarkan di Kampus

fin.co.id - 15/02/2025, 13:11 WIB

Teori Denny JA tentang Agama di Era AI Mulai Diajarkan di Kampus

Teori Denny JA tentang Agama di Era AI Mulai Diajarkan di Kampus

Ketujuh: Komunitas adalah Kunci Sosialisasi Gagasan Spiritual Baru. 

Gagasan spiritual hanya bertahan jika didukung oleh komunitas yang menghidupkannya, dengan merayakan nilai-nilai universal dan inklusif.

“Tentu akan ada kritik atas teori Denny JA ini,” ujar Gaus. 

“Pandangan Denny JA dianggap terlalu menekankan rasionalitas dan perubahan sosial tanpa cukup mempertimbangkan dimensi transendental agama.”

“Tidak semua komunitas menerima AI sebagai otoritas baru dalam spiritualitas. Tafsir agama juga tidak selalu berubah karena tekanan sosial, tetapi sering kali karena dinamika internal keimanan dan tradisi.”

“Tapi,” lanjut Gaus, “Denny JA tidak bermaksud menggantikan agama dengan AI. Ia hanya menyoroti bagaimana akses informasi mengubah pola keimanan. 

Di biara sunyi Tibet, AI membantu biksu menemukan makna tersembunyi dalam teks kuno.

Kuil Kodaiji di Kyoto, Jepang, memperkenalkan Mindar, robot pendeta berbasis AI, untuk menyampaikan khotbah Buddha. Inisiatif ini bertujuan menarik minat generasi muda terhadap ajaran Buddha.

Tapi teknologi tidak menggantikan doa, tetapi menjadi lentera baru bagi pencarian batin. AI bukan ancaman bagi spiritualitas, melainkan jembatan menuju pemahaman yang lebih dalam dan universal.

Ahmad Gaus AF menambahkan bahwa dengan memahami prinsip-prinsip ini, diharapkan mahasiswa dapat mengembangkan pemahaman yang lebih luas dan inklusif tentang peran agama dan spiritualitas di era digital.

 Ini sesuai dengan kutipan bahasa Denny JA sendiri: “Agama Warisan Kultural Milik Kita Bersama.”

“Kami berharap materi ini dapat memfasilitasi dialog yang konstruktif dan reflektif di kalangan akademisi dan masyarakat luas,” ujarnya. 

Sekaligus juga materi kuliah ini mengajak kita merenung: 

Di era AI, apakah agama akan kehilangan sakralitasnya atau justru menemukan makna baru?***

Khanif Lutfi
Penulis