fin.co.id — Mulai semester genap tahun 2025, pemikiran Denny JA mengenai agama dan spiritualitas di era Artificial Intelligence (AI) akan menjadi bagian dari kurikulum di berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta di Indonesia.
Materi ini akan disampaikan baik sebagai mata kuliah mandiri maupun sebagai bagian dari mata kuliah yang sudah ada.
Ahmad Gaus AF, Ketua Pelaksana Program Esoterika Fellowship Program (EFP), menyatakan bahwa pengintegrasian pemikiran ini bertujuan untuk memberikan perspektif baru kepada mahasiswa tentang peran agama dan spiritualitas di tengah kemajuan teknologi.
Denny JA, menurut Gaus, menyoroti bahwa di era AI, informasi mengenai agama dapat diakses dengan mudah dan cepat oleh setiap individu.
Hal ini berpotensi menggeser peran tradisional ulama, pendeta, dan biksu sebagai sumber utama pengetahuan agama.
Menurutnya, AI memungkinkan siapa pun untuk mengakses sejarah agama, berbagai tafsir alternatif, hingga kritik terhadap doktrin tanpa perlu perantara otoritas keagamaan.
Situasi ini mendemokratisasi pengetahuan sekaligus menantang peran pemuka agama untuk lebih reflektif daripada dogmatis.
Baca Juga
Dalam teorinya, Denny JA mengemukakan tujuh prinsip utama mengenai agama dan spiritualitas di era AI:
Pertama: Keyakinan Agama Tidak Berkorelasi dengan Kualitas Kehidupan Bernegara.
Negara yang religius tidak otomatis lebih bahagia atau bebas korupsi. Contohnya, negara-negara Skandinavia yang cenderung sekuler, mayoritas warganya tak menganggap agama penting.
Namun, justru negara-negara tersebut memiliki indeks kebahagiaan dan bebas korupsi yang paling tinggi.
Denmark, misalnya, meraih skor tertinggi dalam Indeks Persepsi Korupsi 2023 dengan 90 poin. Negara-negara Nordik juga kuat dalam indikator kebahagiaan seperti PDB per kapita, dukungan sosial, dan harapan hidup sehat.
Kedua: Agama Bertahan Bukan Karena Kebenaran Faktual, tetapi Makna Simbolis.
Narasi agama tak jarang bertentangan secara historis, namun tetap bertahan karena menawarkan makna mendalam yang memberikan harapan dan identitas sosial.
Contohnya, Islam dan Kristen berbeda pandangan mengenai apakah Yesus mati disalib atau tidak. Atau siapa yang akan dikurbankan oleh Nabi Ibrahim, Ishak atau Ismail.