fin.co.id – Hati seorang anak hancur melihat ayahnya, seorang pemilik bisnis rental mobil, menjadi korban penembakan yang dilakukan oleh oknum anggota TNI AL.
Namun, apa yang lebih melukai adalah sikap aparat yang menganggap tindakan tersebut sebagai pembelaan diri.
"Sult sekali mencari keadilan di negeri ini," kata Agam, anak korban dengan suara penuh amarah dan kesedihan, mengungkapkan perasaan kecewanya pada negara yang ia anggap tidak melindungi warga negara biasa.
Peristiwa penembakan itu terjadi pada 3 Januari 2024 di Rest Area KM 46 Tol Tangerang-Merak. Korban adalah Ilyas Abdurrahman, yang bersama anaknya, terlibat dalam insiden tersebut.
Mereka menegaskan, tidak ada pengeroyokan yang terjadi pada saat itu. "Kami hanya berusaha mendapatkan mobil kami kembali dari tangan orang yang menggelapkannya. Ayah saya ditembak mati. Itu bukan pembelaan diri," ujar Agam.
TNI AL Mengelak, Menyebut Pembelaan Diri
Namun, di sisi lain, pihak TNI AL melalui Panglima Komando Armada RI, Laksamana Madya Denih Hendrata, justru membela tindakan anggotanya.
Denih mengklaim, penembakan itu terjadi setelah anggota TNI AL tersebut merasa terancam oleh upaya pengeroyokan yang dilakukan oleh korban dan temannya.
Baca Juga
"Pengeroyok itu kan juga tidak berpikir bagaimana kalau orangnya itu mati, ya kan?," kata Denih dalam konferensi pers, sebagaimana dilihat dalam postingan Instagram @lagi.viral.
"Tentara juga ya sudah dilatih bagaimana faktor kecepatan, insting, segala macam, ya kan. Kita sering dengar kill or to be killed, ya kan?," sambungnya lagi.
Namun, pernyataan ini tidak diterima begitu saja oleh keluarga korban. Mereka menilai ini sebagai upaya pembenaran untuk tindakan yang sangat fatal.
"Waktu bapak saya memeluk di rest area, waktu itu ada yang menodongkan pistol disana. Makanya, ada di video itu kan terdengar, oh ada pistol kamu, mana pistol kamu, jatuhkan!. Bapak saya cuma menyelamatkan untuk menghindari pistol tersebut. Ternyata dari jauh sudah dapat pengawalan, ditembaklah ayah saya dari situ," demikian penuturan Agam, anak korban penembakan.
Kehilangan dan Ketidakadilan
Bagi Rizki, kehilangan ayahnya bukan hanya soal rasa sakit pribadi. Ia merasa ada ketidakadilan yang begitu jelas. Sebagai keluarga korban, mereka merasa dihina oleh klaim yang seakan membenarkan kekerasan yang tak seharusnya terjadi.
Dengan semua yang terjadi, banyak yang bertanya-tanya apakah benar aparat negara akan bertindak adil dan tegas dalam menyelesaikan kasus ini, atau justru akan terus menutup-nutupi kenyataan demi melindungi oknum-oknum yang tak patut memakai senjata militer. (*)