Isu Bahaya BPA: Bukan Soal Kesehatan, Tapi Persaingan Usaha? Warga Curiga!

fin.co.id - 05/12/2024, 13:49 WIB

Isu Bahaya BPA: Bukan Soal Kesehatan, Tapi Persaingan Usaha? Warga Curiga!

Ilustrasi BPA (Foto: @naturapersada, X @BigIdeasMY)

fin.co.id - Isu tentang Bisphenol A (BPA) dalam galon air minum kemasan (AMDK) polikarbonat kembali memicu perdebatan sengit di media sosial.

Sejumlah warganet mengungkapkan keraguan mereka terhadap klaim yang menyatakan bahwa kekhawatiran akan bahaya BPA bukanlah bagian dari persaingan bisnis antar produsen air minum.

Bahkan, banyak yang menilai bahwa isu ini sengaja dibesar-besarkan setelah kemunculan produk air minum baru yang mengklaim bebas BPA.

Tanggapan keras datang dari akun Instagram @aditjatni, yang mempertanyakan alasan di balik penarikan isu BPA yang ramai diperbincangkan.

"Lah wong ketara banget perang dagangnya toh, kalo bahaya kenapa galonnya nggak ditarik aja dan sudah muncul dari 40 tahun yang lalu dan aman-aman saja nggak ada masalah," tulisnya.

Ia juga menambahkan bahwa tidak pernah ada laporan tentang dampak kesehatan serius seperti mandul akibat konsumsi air dari galon ber-BPA.

Komentar ini langsung mengundang reaksi dari warganet lain, seperti @ryanhrwj, yang mempertanyakan sikap skeptis tersebut.

"Karena saya percaya fakta lapangan, selama idup belum pernah nemu atau denger disekitar saya orang mandul gara-gara minum air galon," balas @aditjatni sambil bercanda.

Namun, tak hanya sekadar lelucon, beberapa pengguna seperti @misterifky lebih serius menganggap isu BPA ini bisa jadi merupakan langkah strategis dalam persaingan pasar AMDK.

"Selama ini informasi yang beredar hanya bahas bahaya BPA dalam galon PC, padahal bahan plastik lainnya juga punya masalah yang sama," kata @misterifky.

Ia menilai bahwa isu ini terlalu fokus pada galon polikarbonat (PC), tanpa menyentuh potensi bahaya dari galon plastik lainnya seperti PET (Polyethylene Terephthalate) yang juga berisiko menimbulkan zat berbahaya.

Keprihatinan ini makin menguat setelah BPOM mengeluarkan peraturan nomor 6 tahun 2024 tentang pelabelan BPA pada kemasan pangan.

Namun, kebijakan ini justru dipandang sebelah mata karena hanya berlaku untuk galon PC saja. Pengguna media sosial dan sejumlah pakar pun merasa aturan tersebut menguntungkan salah satu pihak industri tertentu, seperti yang dicontohkan oleh merek AMDK terkemuka Le Minerale, yang diduga berada di balik pengarusutamaan isu BPA.

Di sisi lain, Prof. Ningrum Natasya Sirait, pakar hukum persaingan usaha dari Universitas Sumatera Utara (USU), menilai bahwa ada unsur persaingan usaha dalam kebijakan BPOM tersebut.

Menurutnya, setiap regulasi yang menambah biaya produksi, seperti pelabelan BPA, pasti akan memberikan dampak pada biaya dan harga produk, yang pada akhirnya akan dirasakan oleh konsumen.

Sigit Nugroho
Penulis