fin.co.id – Dalam sebuah langkah strategis, Presiden Prabowo Subianto menunjuk Arifatul Choiri Fauzi sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dalam Kabinet Merah Putih.
Penunjukan ini tidak hanya menempatkan Arifatul sebagai salah satu menteri perempuan di kabinet, tetapi juga menggarisbawahi komitmen pemerintah dalam menangani isu-isu krusial terkait perempuan dan anak selama lima tahun ke depan.
Profil dan Pengalaman
Arifatul Choiri Fauzi (kanan) bersama dengan Gibran Rakabuming Raka (dok. Rozal Putra)
Arifatul lahir di Madura pada 28 Juli 1969 dan sebelum menjabat sebagai menteri, ia merupakan Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024.
Baca Juga
Dengan latar belakang yang kuat dalam organisasi dan kepemimpinan, Arifatul aktif sebagai anggota Komisi Informasi dan Komunikasi Majelis Ulama Indonesia (Infokom MUI) serta menjabat sebagai Sekretaris Umum Pengurus Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama (PP Muslimat NU).
Salah satu karya pentingnya adalah buku berjudul Kabar-kabar Kekerasan dari Bali, yang menyoroti peran media dalam memberitakan peristiwa bom Bali. Melalui karyanya, Arifatul menunjukkan kepedulian terhadap isu-isu sosial dan pentingnya edukasi dalam menangani permasalahan masyarakat.
Komitmen Terhadap Pemberdayaan dan Perlindungan
Dalam sambutannya saat menerima tonggak kepemimpinan dari Menteri PPPA sebelumnya, Bintang Puspayoga, Arifatul menegaskan komitmennya untuk melindungi hak-hak perempuan dan anak.
“Saya berjanji akan bekerja keras dan memastikan Kementerian PPPA tetap berada di garis terdepan dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan anak,” ujarnya.
Arifatul menyadari banyak perempuan yang masih terpinggirkan dan anak-anak yang tidak mendapatkan haknya. Ia menganggap ini sebagai tantangan besar yang harus diatasi selama masa jabatannya.
“Jika perempuan baik, maka baiklah bangsa. Mari bersama memperkuat pilar bangsa melalui pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak,” tambahnya.
Melanjutkan Capaian dan Menghadapi Tantangan
Bintang Puspayoga, menteri sebelumnya, juga memberikan apresiasi terhadap pencapaian selama kepemimpinannya, termasuk penurunan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak serta peningkatan akses pendidikan dan kesehatan bagi kelompok rentan.
Namun, ia menekankan bahwa tantangan masih banyak, terutama terkait norma sosial, budaya, dan stereotip gender yang membatasi perempuan.