Mereka berpendapat bahwa menunjukkan kasih sayang kepada orang lain adalah sesuatu yang baik dan dianjurkan dalam Islam, selama tidak mengandung unsur dosa dan maksiat.
Mereka juga mengatakan bahwa tidak ada salahnya mengambil hikmah dari kisah Santo Valentine, yang berani membela cinta dan pernikahan.
Salah satu lembaga fatwa yang mengeluarkan pendapat ini adalah Dar al-Ifta di Mesir, yang menyatakan bahwa tidak ada larangan khusus atau aturan yang jelas terkait dengan merayakan Valentine dalam Islam.
Menurut mereka, yang penting adalah niat dan tujuan dari perayaan tersebut, apakah untuk menghormati Santo Valentine atau untuk mengungkapkan rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, serta kepada keluarga dan sahabat.
Hubungan antara Coklat dengan Hari Valentine
Hari Valentine, Coklat Valentine | Image: Budgeron Bach--
Coklat sudah dikenal sejak zaman suku Maya dan Aztek sebagai minuman yang terbuat dari biji kakao.
Mereka percaya bahwa coklat memiliki khasiat sebagai afrodisiak atau peningkat gairah.
Coklat juga dianggap sebagai hadiah dari dewa dan digunakan sebagai tanda status sosial.
Namun, coklat saat itu masih berupa minuman pahit yang dicampur dengan rempah-rempah, bukan coklat manis yang kita kenal sekarang.
Coklat baru masuk ke Eropa pada abad ke-16, setelah penjelajah Spanyol membawanya dari Amerika.
Coklat kemudian menjadi minuman yang populer di kalangan bangsawan dan kaya.
Pada abad ke-17, coklat mulai ditambahkan gula dan susu untuk membuatnya lebih lezat.
Coklat juga mulai dijual dalam bentuk batangan atau potongan.
Pada abad ke-19, coklat mengalami revolusi industri.
Proses pembuatan coklat menjadi lebih mudah, murah, dan cepat.